Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak Perjanjian Paris, Bank Masih Gelontorkan Rp 110 Kuadriliun ke Industri Energi Fosil

Kompas.com, 15 Mei 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sejak Perjanjian Paris, Bank-bank besar di dunia menggelontorkan dana 6,9 triliun dollar AS (Rp 110 kuadriliun) kepada industri bahan bakar fosil.

Pada 2016, setelah pembicaraan di Paris, 196 negara menandatangani perjanjian untuk membatasi pemanasan global akibat emisi karbon dengan batas ideal 1,5 derajat celsius untuk mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim yang drastis.

Sejak saat itu, banyak negara telah berjanji untuk mengurangi emisi karbon, sebagaimana dilansir The Guardian, Senin (13/5/2024).

Baca juga: Puncak Produksi Listrik dari Energi Fosil Kemungkinan Telah Lewat

Akan tetapi, penelitian terbaru dari Banking on Climate Chaos (BOCC) menunjukkan, aliran uang dari perbankan ke perusahaan minyak, gas, dan batu bara masih terus berlanjut untuk ekspansi bahan bakar fosil.

Para peneliti dalam laporan tersebut menganalisis penjaminan dan pinjaman dari 60 bank terbesar di dunia kepada lebih dari 4.200 perusahaan dan perusahaan bahan bakar fosil yang menyebabkan degradasi di Amazon dan Arktik.

Mereka menemukan bahwa bank-bank tersebut memberikan pembiayaan sebesar 6,9 triliun dollar AS kepada perusahaan minyak, batu bara, dan gas.

Hampir setengahnya yaitu 3,3 triliun dollar AS digunakan untuk ekspansi bahan bakar fosil.

Baca juga: Subsidi Bahan Bakar Fosil di Asia Tenggara 5 Kali Lipat daripada Investasi Hijau

Bahkan pada 2023, dua tahun setelah banyak bank besar berjanji menurunkan emisi sebagai bagian dari Net Zero Banking Alliance, pendanaan bank untuk perusahaan bahan bakar fosil mencapai 705 miliar dollar AS.

Bank-bank dari Amerika Serikat (AS) menjadi penyalur dana terbesar ke industri bahan bakar fosil pada 2023, menyumbang 30 persen dari total 705 miliar dollar AS.

Direktur Eksekutif Indigenous Environmental Network Tom BK Goldtooth, yang ikut menulis penelitian ini, mengatakan pemodal dan investor bahan bakar fosil terus menyalakan api krisis iklim.

"Ditambah dengan kolonialisme selama beberapa generasi, investasi industri bahan bakar fosil dan lembaga perbankan dalam memberikan solusi yang salah menciptakan kondisi yang tidak dapat ditinggali bagi semua umat manusia yang masih hidup di Bumi," kata Goldtooth.

Baca juga: Minyak Sawit Bisa Jadi Energi Gantikan Bahan Bakar Fosil

Dia menambahkan, masyarakat adat menjadi kelompok yang paling rentan dan menjadi yang terdepan dalam menghadapi bencana iklim.

Goldtooth menyampaikan, industri bahan bakar fosil menargetkan tanah dan wilayah adat sebagai zona pengorbanan untuk melanjutkan ekstraksi mereka.

"Kapitalisme dan ekonomi berbasis ekstraksi hanya akan memperburuk dan menghancurkan Bumi. Ini harus segera diakhiri," sambung Goldtooth.

Laporan tersebut ditulis oleh para peneliti dari BankTrack, Center for Energy, Ecology and Development, Indigenous Environmental Network, Oil Change International, Sierra Club, dan Urgewald.

Selain itu, laporan tersebut juga telah didukung oleh hampir 600 organisasi di 69 negara.

Baca juga: Transisi Energi Hadapi Tantangan, Pemerintah Dinilai Ragu Tinggalkan Bahan Bakar Fosil

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ada 'Penumpang Gelap' di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
Ada "Penumpang Gelap" di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
LSM/Figur
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
Pemerintah
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Pemerintah
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
LSM/Figur
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Pemerintah
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Pemerintah
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Swasta
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Pemerintah
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Pemerintah
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Pemerintah
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Swasta
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
Swasta
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
LSM/Figur
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
Swasta
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau