KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, pemberdayaan perempuan adalah kunci mengatasi kemiskinan ekstrem.
"Pengalaman saya menjadi bupati di Kulon Progo, daerah yang miskin ekstrem selalu diwarnai janda-janda tua dan fakir miskin. Jadi kemiskinan ekstrem itu datang dari janda-janda tidak produktif, sehingga pemberdayaan perempuan menjadi visi ke depan agar perempuan-perempuan yang masuk ke aging population (populasi menua) itu produktif," kata Hasto di Jakarta, Selasa.
Hasto menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Kemitraan BKKBN dan Kick-Off Bakti TNI Manunggal Bangga Kencana Kesehatan tahun 2024.
Baca juga: Kemensos Klaim Program Pena Bisa Atasi Kemiskinan Ekstrem
Dia menegaskan pengarusutamaan gender sangat bermakna bagi pembangunan, sebagaimana dilansir Antara.
"Makna mengarusutamakan gender itu sangat penting, pembangunan berbasis perempuan sangat bermakna bagi kita," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya menurunkan angka kematian ibu (AKI) apabila ingin meraih Indonesia Emas 2045.
"Indonesia Emas harus bebas dari kelaparan dan stunting, dan jangan lupa AKI juga angka kematian bayi. Kematian ibu 70 paling tinggi targetnya di tahun 2023, tetapi hari ini angka kematian ibu masih 189 per 100.000 ibu melahirkan," ucapnya.
Baca juga: Di Markas PBB, Indonesia Bicara 3 Poin Pengentasan Kemiskinan
Ia juga menyampaikan saat ini Indonesia telah sukses menurunkan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) sebesar 2,18, dimana rata-rata perempuan saat ini melahirkan jumlah anak sebanyak dua orang.
Namun yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah angka tersebut belum merata di seluruh provinsi.
Ia juga menegaskan persentase kawin di usia muda secara nasional sudah menurun. Angkanya antara 19-20 kawin usia muda setiap 1.000 orang.
Hasto juga mengingatkan kepada para perempuan agar menghindari empat terlalu yakni terlalu muda menikah, terlalu tua hamil, terlalu dekat jarak kehamilan, dan terlalu sering melahirkan.
Baca juga: Strategi Kemiskinan Ekstrem di Kota Mojokerto Capai 0 Persen
Menurutnya, perempuan yang hamil di atas usia 35 tahun lebih rentan terhadap risiko kesehatan sehingga berpotensi melahirkan bayi stunting.
"BKKBN memang punya program pendewasaan usia pernikahan, tetapi juga jangan terlalu dewasa, karena jomlo terlalu lama itu bahaya juga, maka menikahlah di usia 25-35 tahun agar anak tidak lahir stunting," imbuhnya.
Hasto juga mengemukakan strategi mengoptimalkan bonus demografi sangat bergantung pada generasi muda.
"Ketika adolescent (generasi muda) tidak putus sekolah, tidak menganggur, tidak hamil di usia muda dan kematian ibu atau bayinya rendah, maka akan kita raih bonus demografi itu," tutur Hasto.
Baca juga: Entaskan Kemiskinan Tak Cukup dengan Bansos
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya