KOMPAS.com - Organisasi non-pemerintah di bidang pemantauan hutan, Forest Watch Indonesia (FWI), menyebut pengurangan emisi dari sektor energi atau transisi energi menuju energi bersih merupakan suatu keharusan yang mendesak bagi Indonesia.
Namun saat ini, arah navigasi dinilai masih belum jelas karena masih tingginya ketergantungan terhadap batu bara, bahan bakar campuran atau cofiring, dan bioenergi yang berkontribusi pada deforestasi.
"Hal ini memicu kekhawatiran atas ketidakpastian mengenai upaya pengurangan emisi dan dampak negatif terhadap lingkungan," ujar Manager Kampanye, Advokasi, dan Media FWI Anggi Putra Prayoga dalam keterangan tertulis, Jumat (1/3/2024).
Ia mengatakan, upaya pengurangan emisi dengan membangun sistem ketahanan energi nasional sejatinya menjadi pertaruhan dalam menyelamatkan sumber daya alam, lingkungan, dan kehidupan masyarakat.
Di satu sisi, kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi.
Di sisi lain, penggunaan sumber daya energi fosil yang selama ini menjadi sumber energi utama memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan iklim.
Baca juga: Meneropong Keadilan Transisi Energi PLTS Atap
Anggi mengatakan, penggunaan energi fosil telah merusak hutan dan alam Indonesia. Pencemaran air, laut, udara, sungai, dan tanah akibat eksploitasi besar-besaran disebut merupakan dampak nyata dari beroperasinya izin pertambangan.
Hal ini, kata dia, mendorong urgensi transisi energi menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan yang tidak merusak hutan dan lingkungan, yakni beralih ke energi terbarukan.
"Upaya transisi energi ini menjadi semakin penting mengingat kondisi cadangan sumber daya fosil di Indonesia yang semakin menipis," tuturnya.
Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan minyak bumi nasional pada 2020 diperkirakan hanya akan bertahan sekitar 9,5 tahun ke depan.
Baca juga: Keuntungan Hidrogen di Indonesia, Jadi Alternatif Energi Murah
Indonesia, yang menempati peringkat ke-19 dalam cadangan minyak dan gas bumi secara global, dihadapkan pada tugas berat untuk mempersiapkan masa depan energinya.
Selain itu, meski Indonesia punya cadangan batu bara yang melimpah, sumber daya alam tersebut diperkirakan dapat bertahan 62,4 tahun dengan tingkat produksi saat ini.
Namun, penggunaan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi, terutama untuk pembangkit listrik, hanya akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim.
"Hal tersebut menunjukan bahwa cadangan energi fosil Indonesia tidak banyak dan bukan solusi menghadapi perubahan iklim," kata dia.
Anggi mengatakan, dengan target pengurangan sebesar 385 juta ton karbon dioksida, langkah-langkah konkret dan strategis harus segera diambil untuk mewujudkan perubahan ini.
Baca juga: SMI Gandeng Eksportir Kanada Akselerasi Transisi Energi
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya