KOMPAS.com - Menurut lembaga think tank Ember Climate, puncak pembangkit listrik berbhan bakar fosil telah lewat.
Dalam studi terbaru berjudul Global Electricity Review 2024, Ember Climate menyebutkan, 2023 kemungkinan besar menjadi tahun puncak produksi listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil.
Kemajuan tersebut membuka era baru penurunan emisi karbon di sektor ketenagalistrikan.
Baca juga: Subsidi Bahan Bakar Fosil di Asia Tenggara 5 Kali Lipat daripada Investasi Hijau
Masifnya pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di dunia telah memperlambat peningkatan emisi di sektor ketenagalistrikan secara drastis, dan banyak negara bahkan sudah melewati puncak emisi energinya.
"Kami memperkirakan bahwa emisi sektor ketenagalistrikan kemungkinan akan turun pada tahun 2024," tulis Ember Climate dalam laporannya, Rabu (8/5/2024).
Di tahun-tahun mendatang, bertambahnya PLTS dan PLTB diperkirakan akan cukup untuk mengurangi emisi di sektor ketenagalistrikan.
Fakta bahwa PLTS dan PLTB yang terus meningkat memberikan keyakinan bahwa emisi sektor ketenagalistrikan tidak hanya akan stabil, namun juga akan turun.
Baca juga: Minyak Sawit Bisa Jadi Energi Gantikan Bahan Bakar Fosil
"Meningkatkan kapasitas listrik terbarukan global sebanyak tiga kali lipat pada 2030 dapat mempercepat transisi dan berpotensi membantu mengurangi separuh emisi sektor ketenagalistrikan pada 2030," tulis Ember Climate.
Lembaga think tank tersebut menambahkan, kini dunia perlu terus memfokuskan upaya meningkatkan energi yang ramah lingkungan agar dapat menurunkan emisi dengan cepat.
Lebih dari separuh negara-negara di dunia sudah melewati puncak produksi listrik dari pembangkit bahan bakar fosil, setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Banyak negara maju bahkan telah mencapai puncak emisinya lebih dari satu dekade lalu.
Baca juga: Transisi Energi Hadapi Tantangan, Pemerintah Dinilai Ragu Tinggalkan Bahan Bakar Fosil
Negara-negara Eropa menjadi kawasan dengan penurunan produksi listrik dari pembangkit bahan bakar fosil terbanyak
Contohnya, produksi listrik dari pembangkit bahan bakar fosil Inggris menurun 63 persen sejak mencapai puncaknya pada 2008, Yunani 57 persen sejak mencapai puncaknya pada 2007, Spanyol sebesar 59 persen sejak mencapai puncaknya pada 2005, dan Jerman sebesar 42 persen sejak mencapai puncaknya tahun 2007.
Penurunan terbesar terjadi dalam beberapa tahun belakangan, seiring dengan semakin pesatnya peningkatan PLTS dan PLTB.
Secara kolektif, negara-negara kaya yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengalami puncak emisi sektor ketenagalistrikan pada 2007, dengan penurunan sebesar 28 persen sejak saat itu.
Penurunan emisi sektor ketenagalistrikan sudah menjadi kenyataan di banyak negara, dan kini sudah diperkirakan bahwa emisi global akan mulai menurun.
Baca juga: Dunia Mulai Kurangi Ketergantungan pada Energi Fosil, Kecuali 3 Hal
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya