JAKARTA, KOMPAS.com - Center of Economic and Law Studies (Celios) dan 350.org mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi pembangkit energi terbarukan berbasis komunitas dan alasan pentingnya pendanaan.
Field Organizer 350 Indonesia Suriadi Darmoko mengatakan, kurangnya pendanaan yang tersalurkan untukPembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), misalnya, menyebabkan alat yang rentan terkena bencana lalu mengalami kerusakan, menjadi sulit diperbaiki.
"Tantangan terbesar pembangkit skala kecil yang dibuat komunitas itu adalah gampang terdampak, badai atau banjir bisa kena," ujar Moko dalam peluncuran studi berjudul "Dampak Ekonomi dan Peluang Pembiayaan Energi Terbarukan Berbasis Komunitas" di Jakarta, Senin (20/5/2024).
Baca juga: Menteri ESDM Ajak Perusahaan Belanda Investasi Energi Bersih di RI
Saat pembangkit dan jaringan ketenagalistrikan rusak, tidak ada yang memperbaiki. Terkait hal ini, kata dia, ada keterbatasan skill teknis dan manajemen yang mengakibatkan tidak semua orang memahami cara kerja teknologi pembangkit terbarukan.
Selain itu, beberapa daerah terpencil bisa jadi tidak memiliki teknologi yang tepat dan dibutuhkan.
"Tantangan lainnya, soal pengembangan jaringan. Misalnya di (PLTMH) Lumajang, ada kebutuhan perluasan jaringan. Tapi untuk perluasan jaringan, kebutuhan pendanaannya juga besar," tuturnya.
Dari beberapa tantangan tersebut, kebijakan pemerintah terkait pembangkit energi terbarukan juga masih kurang konsisten.
Misalnya, insentif yang berubah, peraturan tidak tetap, hingga penetapan kuota pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang dibatasi, menjadi hambatan kebijakan.
"Apalagi kebijakannya sering berubah-ubah. Minatnya justru turun ketika perubahan kebijakan tidak jelas. Salah satu tantangan terbesar di luar soal kebutuhan pendanaan, adalah kebijakannya," terang Moko.
Padahal, dari studi yang dilakukan Celios dan 350 Indonesia, Moko melihat banyak pembangkit terbarukan berbasis komunitas seperti PLTMH menjadi sumber tulang punggung utama bagi komunitas.
"Di banyak tempat yang kami temui, PLTMH ini menjadi tulang punggung utama sumber energi bagi komunitas," ujarnya.
Beberapa keberhasilan pembangkit energi terbarukan berbasis komunitas antara lain PLTMH di Lumajang Jawa Timur, hingga PLTMH di daerah Bakuhau Sumba Timur yang mampu menjadi Independent Power Producer (IPP).
Baca juga: Power Wheeling Dinilai Buka Peluang Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
Tak hanya itu, setiap daerah bisa ikut serta dalam transisi energi, karena pembangkit terbarukan berpotensi dikembangkan selama area itu memiliki aliran irigasi, sungai, atau matahari. Melalui energi tersebut, komunitas bisa membangun mikrohidro atau panel surya.
"Ada banyak daerah yang memiliki potensi hidro dan surya. Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, salah satu daerah dengan potensi energi berbasis mikrohidro dan surya yang besar," ujar Ekonom dan Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira.
Keberhasilan mereka dalam membangkitkan energi terbarukan, kata dia, penting untuk dijadikan pertimbangan pemerintah dalam pemberian dana bantuan.
Menurut Moko, pendanaan energi terbarukan seperti dari Just Energy Transition Partnership (JETP) dapat diarahkan untuk komunitas, mengingat relevansinya dengan strategi pemerintah.
Pendanaan JETP berpotensi diarahkan ke komunitas agar turut berkontribusi dalam pencapaian target penurunan emisi dan bauran energi terbarukan pembangkit listrik sebesar 34 persen pada tahun 2030.
Baca juga: JETP Harus Lirik Energi Terbarukan Berbasis Komunitas yang Pangkas Kemiskinan 16 Juta Orang
”Sudah tidak ada alasan lagi komunitas ini dikesampingkan dalam transisi energi. Tidak ada yang tidak relevan dengan target pemerintah. Apakah itu terkait strategi PLN dalam elektrifikasi, atau pendanaan JETP," papar dia.
Moko menyebut, pendanaan JETP untuk masyarakat memiliki banyak manfaat. Antara lain untuk memperkuat kemandirian energi, mentransisikan sumber listrik berbasis energi fosil, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi, hingga menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru.
"Kami membayangkan karena yang tersedia dan yang ramai dibicarakan belakangan adalah dana JETP, karena ada narasi keadilan di dalamnya, maka sangat penting dana JETP ini digunakan untuk memenuhi pendanaan pada level komunitas tadi," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya