Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Fasilitas Penangkap Karbon Raksasa di Islandia, Dinamai Mammoth

Kompas.com - 25/05/2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

 

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, perusahaan asal Swiss, Climeworks, meresmikan fasilitas penangkap karbon berukuran raksasa di dunia.

Teknologi tersebut dinamakan Mammoth dan dipasang di taman panas bumi Hellisheidi, Islandia.

Setelah beroperasi penuh, Mammoth akan menyedot hingga 36.000 ton karbon dioksida dari udara setiap tahunnya menggunakan kipas raksasa. Penangkapan karbon dilakukan sebelum mencapai atmosfer.

"Memulai pengoperasian Mammoth kami merupakan bukti lain dalam perjalanan peningkatan Climeworks menuju kapasitas megaton pada 2030 dan gigaton pada 2050," kata salah satu pendiri sekaligus salah satu CEO Climeworks, Jan Wurzbacher, sebagaimana dilansir Euronews, Kamis (9/5/2024).

Sebelum Mammoth, Climeworks juga meluncurkan fasilitas penangkap karbon yang diberi nama Orca dengan perbandingan 10 kali lebih kecil. Lokasinya juga di Islandia,

"Membangun beberapa fasiliitas penangkap karbon di dunia dalam waktu yang cepat menjadikan Climeworks sebagai perusahaan penghilang karbon yang paling banyak digunakan dengan penangkapan udara langsung," tutur Wurzbacher.

Baca juga: Keputusan Pengadilan Maritim PBB: Emisi Karbon Jadi Polusi Lautan

Cara kerja Mammoth

Mammoth terdiri atas sejumlah penyedot modular, masing-masing dengan kipas, yang berjumlah banyak.

Masing-masing penyedot mengisap udara, lalu menyalurkannya ke dalam pengumpul yang berisi filter di dalamnya. Fungsi dari filter untuk menjebak karbon dioksida.

Ketika kapasitas filter penuh, suhu dinaikkan untuk melepaskan karbon dioksida dan mengumpulkannya.

Operasional Mammoth disuplai oleh listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), sehingga konsumsi daya setrumnya nol emisi. Setelah karbon dioksdia terkumpul, gas tersebut diambil oleh perusahaan bernama Carbfix.

Baca juga: Tiga Poin Wujudkan Industri Karbon, Regulasi, Kepastian, dan Ekonomi

Perusahaan tersebut mencampurkan karbon dioksida dengan air dan menyuntikkannya sedalam 1.000 meter ke dalam tanah.

Di dalam tanah, campuran air dan karbon dioksidas secara alami bereaksi dengan batuan basal dan berubah menjadi mineral. 

Carbfix mengatakan, proses mineralisasi tersebut, yakni mengubah campuran karbon dioksida menjadi bebatuan, memakan waktu sekitar dua tahun.

Climeworks memverifikasi dan mengesahkan seluruh proses oleh pihak ketiga yang independen.

Baca juga: Kawanan Hewan Ini Mampu Serap Karbon Setara 84.000 Mobil

Manfaat penangkapan karbon?

Fasilitas penangkapan dan penyimpanan karbon lainnya sering disebut-sebut sebagai solusi terhadap krisis iklim.

Meskipun penangkap dan penyimpan karbon mempunyai peran dalam mengurangi emisi industri, para ahli mengingatkan bahwa teknologi tersebut tidak dapat dianggap sebagai alternatif dari pengurangan emisi yang cepat dan berskala besar untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim.

Kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan, untuk mencapai target iklim, penangkap dan penyimpan karbon bukanlah solusi utama.

Laporan IEA baru-baru ini memperkirakan, berdasarkan konsumsi minyak dan gas saat ini, dunia perlu menangkap atau menghilangkan sekitar 32 miliar ton karbon untuk menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat celsius.

Baca juga: Jualan Karbon Kredit dari Alam, RI Bisa Untung Rp 112,5 Triliun Per Tahun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com