KOMPAS.com - Selain mengancam kebebasan pers, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dinilai berpotensi melanggengakan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok minoritas lain, dan kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti salah satu isi dalam RUU Penyiaran yang menyatakan bahwa siaran mengandung kesopanan, kepantasan, dan kesusilaan.
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengatakan, isi tersebut bisa memunculkan standar ganda.
Baca juga: Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat
Selain itu, hal tersebut dapat membatasi kebebasan berekspresi masyarakat terutama perempuan yang dalam masyarakat patriarki dikonstruksikan sebagai "penjaga moral".
"Ketentuan ini memperkecil ruang demokrasi dan diskriminatif terhadap kelompok rentan yang kontradiktif dengan semangat untuk melindungi kelompok rentan," kata Veryanto dalam siaran pers, Senin (27/5/2024).
Dia menambahkan, RUU tersebut juga berpotensi mengkriminalisasi pendapat dan ekspresi perempuan serta perempuan pembela hak asasi manusia (HAM).
Menurut Komisioner Komnas Perempuan Rainy M Hutabarat, ketentuan pasal 50 Ayat (2) RUU Penyiaran yang mengatur pelarangan penayangan eksklusif produk jurnalisme investigasi juga bertentangan dengan prinsip jurnalisme universal dan berpotensi mengancam penegakan hukum.
Baca juga: Baleg DPR Kembalikan Draf RUU Penyiaran ke Komisi I karena Timbulkan Kontroversi
Dia menambahkan, jurnalisme investigasi penting dalam proses pengungkapan kasus-kasus yang merugikan negara.
Selain itu, jurnalisme investigasi sangat penting dalam penghapusan tindak kekerasan, penyiksaan berbasis gender lainnya, serta mengkritik kebijakan negara.
"Rancangan aturan ini dapat menghambat akses para korban atas keadilan," tegas Rainy.
Di satu sisi, Komnas Perempuan mencatat kerap kali pengungkapan kasus kekerasan berbasis gender atau kekerasan menyasar kelompok rentan terbantu dengan adanya jurnalistik investigasi.
Baca juga: Budi Arie Sebut Jokowi Belum Sikapi RUU Penyiaran, Tunggu Draf Resmi
Komnas Perempuan menyesalkan adanya pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi yang merupakan bagian dasar dari negara yang demokrasi.
Terkait dengan kelompok rentan, RUU Penyiaran juga mengabaikan asas inklusif baik berbasis gender maupun kondisi disabilitas.
Hal tersebut tercantum dalam pasal-pasal terkait alih bahasa yang belum mengatur bahasa isyarat dan Pasal 10 (d) menyangkut syarat kondisi "sehat jasmani dan rohani" yang berpotensi mendiskriminasikan penyandang disabilitas.
"Juga menyayangkan adanya pasal-pasal yang rentan terhadap tafsir berbasis nilai kesantunan, kepantasan, kesusilaan atau moralitas tertentu yang mengancam keberagaman berekspresi dan ragam kearifan lokal di Indonesia," tambah Rainy.
Komnas Perempuan merekomendasikan pembahasan Revisi UU Penyiaran ditunda untuk memastikan tidak bersifat diskriminatif dan membuka ruang partisipasi publik yang bermakna.
Baca juga: Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya