KOMPAS.com - Chrisna Canis Cara tidak menyangka Joli Jolan, komunitas yang diinisiasinya bersama sejumlah sukarelawan, relevan dengan kehidupan masyarakat di Kota Solo, Jawa Tengah, untuk bersolidaritas.
Sejak memulai aktivitasnya pada Desember 2019, Joli Jolan banyak membantu masyarakat mengakses barang-barang bekas layak pakai.
Melalui wadah berbagi barang-barang layak pakai, Joli Jolan memfasilitasi akses antara orang yang ingin berdonasi dengan orang yang membutuhkan sandang dan berbagai kebutuhan lainnya.
Baca juga: Kiprah Komunitas Joli Jolan: Semua Bisa Menyumbang, Semua Bisa Ambil
Bertempat di sebuah rumah di Jalan Siwalan Nomor 1, Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Joli Jolan melakukan aktivitasnya untuk menyediakan wadah berbagi yang diberi nama ruang solidaritas.
Di sana, saban Sabtu mulai pukul 10.00 sampai 13.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), orang-orang dari berbagai latar belakang dapat mengambil barang bekas layak pakai untuk digunakan kembali.
Di halaman yang disulap menjadi semacam galeri tersebut ada banyak sekali barang bekas yang layak pakai mulai dari baju, aksesoris, buku, perlengkapan sekolah, peralatan rumah tangga, hingga mainan.
Pengunjung boleh mengambil barang-barang yang ada di sana secara cuma-cuma, tapi ada syaratnya: mendaftar dulu menjadi anggota dan maksimal membungkus tiga barang setiap dua pekan sekali.
Baca juga: Komunitas Pembangkit Energi Terbarukan Terkendala Dana
Ruang tersebut juga dimanfaatkan untuk menampung barang-barang layak pakai yang didonasikan oleh pihak lain. Selain itu, sukarelawan Joli Jolan juga telah membuka empat titik dropbox di sekitar Solo untuk donatur yang ingin menyumbangkan barangnya.
"Idenya sangat sederhana. Kami ingin menciptakan ruang di mana orang-orang bisa saling berbagai barang bekas yang layak," terang Chrisna saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (25/5/2024).
Nama Joli Jolan terinspirasi dari istilah Jawa "ijol-ijolan" yang berarti tukar-menukar. Nama tersebut lantas dipilih untuk membentuk ruang solidaritas melalui barter dan berbagi barang gratis.
Baca juga: Harga Murah Bikin Pembangkit Terbarukan Berbasis Komunitas Sukses
Chrisna menyampaikan, selama ini masyarakat cenderung membeli barang dengan mudah. Tapi ketika bosan, barang seperti baju tidak lagi dipakai.
Padahal, masih banyak orang yang bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan akan sandang dan menganggap pakaian baru adalah hal yang mewah.
Dia menyampaikan, Joli Jolan menjadi ruang sosial untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan berbagi tanpa memandang kelas atau status sosialnya.
Di Ruang Solidaritas Joli Jolan, semua punya hak yang sama untuk berdonasi dan mengambil barang.
Baca juga: JETP Harus Lirik Energi Terbarukan Berbasis Komunitas yang Pangkas Kemiskinan 16 Juta Orang
Selain menjadi ruang solidaritas untuk berbagi, melalui aktivitas berdonasi dan mengambil barang, Joli Jolan turut mengampanyekan memperpanjang usia pakai sebuah barang.
Pasalnya, barang yang tidak lagi terpakai, terutama baju, dapat menjadi masalah baru berupa sampah yang dapat mencemari lingkungan.
Pengambilan barang pun juga tidak boleh dilakukan secara kalap. Joli Jolan memiliki slogan “ambil sesuai kebutuhanmu, sumbangkan sesuai kemampuanmu”. Aturan mengambil barang maksimal tiga dalam dua pekan diambil bukan tanpa alasan.
"Pertimbangannya adalah orang-orang mengambil barang harus sesuai kebutuhannya, bukan keinginan," jelas Chrisna.
Baca juga: Peringati Hari Bumi, Komunitas Ingatkan Bahaya Sampah Plastik di Lautan
Inisiator Joli Jolan lainnya, Septina Setyaningrum, mengatakan kehadiran Joli Jolan menjadi upaya untuk melawan konsumerisme berlebihan yang tidak bertanggung jawab.
Konsumerisme tersebut tak lepas dari perkembangan teknologi saat ini seperti internet, yang membuat membeli pakaian sangat mudah.
Padahal, produksi pakaian yang beredar di pasaran pun bisa jadi tidak ramah lingkungan. Untuk membuat satu potong pakaian saja, butuh air berliter-liter dan menghasilkan pencemaran.
Belum lagi bila pakaian yang dibeli tidak awet. Hanya dipakai beberapa kali saja langsung dibuang, akhirnya menjadi sampah dan mencemari lingkungan.
Septi menyampaikan, konsumerisme tersebut perlu ditekan dengan mengerem keinginan dan memanfaatkan barang sesuai kebutuhan.
Baca juga: Berdayakan Komunitas dan UMKM, Pembiayaan Esta Kapital Naik 39 Persen
Kami mengundang berbagai perusahaan yang memiliki program berkelanjutan dalam rangka mengakselerasi pencapaian SDGs di Indonesia serta menginspirasi publik. Kunjungi lestari.kgmedia.id/award untuk informasi lebih lebih lanjut tentang Lestari Awards.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya