Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sensor Mikroelektronika Dikembangkan, Awasi Pencemaran Lingkungan

Kompas.com - 28/05/2024, 13:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Elektronika mengembangkan sensor berbasis teknologi mikroelektronika untuk monitoring atau mengawasi pencemaran lingkungan.

Teknologi mikroelektronika untuk membuat komponen elektronik dalam skala mikrometer atau lebih kecil, kini diterapkan dalam pembuatan sensor untuk keperluan pemantauan lingkungan.

"Teknologi mikroelektronika itu sebetulnya adalah teknologi yang dipakai untuk membuat komponen elektronika, cuma dimensinya kecil sekali. Dalam skala mikrometer," ujar Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Elektronika, Goib Wiranto dalam Talkshow Bisaan Bangga (Bincang Sains Kawasan Bandung Garut), Selasa (28/5/2024). 

Baca juga: MMI Perkenalkan Tisu Bambu yang Ramah Lingkungan

Teknologi mikroelektronika sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak penemuan integrated circuit (IC) pada tahun 1960-an, teknologi ini terus berkembang pesat.

IC memungkinkan hampir semua komponen elektronik digabung menjadi satu chip kecil, yang kemudian mengubah industri elektronik secara drastis.

“Teknologi ini tidak hanya memperkecil ukuran perangkat seperti televisi dan komputer, tetapi juga menjadi fondasi bagi perkembangan sensor modern. Makanya hampir sekarang ini kita sudah tidak lagi menjumpai tv berukuran besar, tapi berukuran flat dengan resolusi tinggi," imbuhnya. 

Monitoring pencemaran lingkungan

Teknologi mikroelektronika kini telah merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk pembuatan sensor untuk monitoring pencemaran lingkungan.

"Dalam perkembangannya, ternyata teknologi ini bisa dipakai juga untuk perangkat sensor. Sensor salah satunya bisa dipakai untuk monitoring pencemaran lingkungan, seperti di sungai itu sensor kualitas air, atau di udara itu sensor pencemaran udara," papar dia. 

Baca juga: Energi Ramah Lingkungan Jadi Fondasi RI Capai NZE

Beberapa contoh lainnya, sensor derajat keasaman air (pH), kandungan oksigen terlarut (DO), konduktivitas air, dan temperatur. Sensor-sensor ini penting untuk pemantauan kualitas air dan udara.

Selain itu, sensor mikroelektronika digunakan dalam pertanian melalui sistem smart farming. Sensor mengukur kelembaban tanah dan kandungan unsur hara, membantu petani mengoptimalkan penggunaan pupuk.

Di bidang otomotif, sensor digunakan untuk kendaraan autonomous. Di bidang kesehatan, sensor untuk mengukur kadar gula darah, kolesterol, dan asam urat juga telah dikembangkan.

Sensor bisa terus didorong

Menurut Goib, meskipun beberapa sensor telah dipasang dan dimanfaatkan, penguasaan teknologi sensor di Indonesia masih terbilang rendah. Banyak proyek pemantauan lingkungan masih menggunakan sensor impor.

"Hal ini menunjukkan bahwa industri lokal belum sepenuhnya memahami pentingnya penguasaan teknologi sensor. Besarnya biaya investasi mungkin menjadi kendala utama,” tuturnya.

Baca juga: Penemuan Baru, Coklat yang Lebih Sehat dan Ramah Lingkungan

Ia pun berharap teknologi mikroelektronika menjadi program prioritas pemerintah, terutama untuk BRIN. 

Sebab, dengan memanfaatkan teknologi ini, komponen yang dihasilkan bisa lebih kecil dan jumlahnya bisa lebih banyak, sehingga biaya pun menjadi lebih murah. 

Lebih lanjut, menurut Goib, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan teknologi mikroelektronika berbasis sumber daya alam yang melimpah. Tantangan utamanya adalah mempersiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia yang kompeten.

“BRIN perlu memprioritaskan program riset strategis yang mendorong penguasaan teknologi sensor mikroelektronika dan menciptakan sinergi antara dunia penelitian dan industri. Dengan langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mandiri dalam teknologi sensor dan berkontribusi pada upaya global dalam menjaga lingkungan,” pungkasnya. 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

LSM/Figur
Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Pemerintah
Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Pemerintah
China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau