Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Remaja Terkena Obesitas karena Makan "Junk Food" Berlebihan

Kompas.com - 30/05/2024, 16:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak maupun remaja yang terkena obesitas salah satu faktornya disebabkan oleh kebiasaan konsumsi junk food, atau makanan cepat saji yang rendah nutrisi dan tinggi kalori, lemak, gula, garam. 

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Donny K. Mulyantoro mengatakan, anak maupun remaja penderita obesitas menjadi rentan terjangkit penyakit serius, seperti hipertensi hingga diabetes. 

Sayangnya, kebiasaan mengonsumsi junk food atau makanan instan lainnya kerapkali menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Salah satunya disebabkan oleh paparan iklan media yang tinggi. 

Baca juga: Program JKN Indonesia Dipuji Organisasi Kesehatan Dunia

"Kita bersaing ketat dengan media berbasis industri makanan junk food. (Promosi) mereka lebih terstruktur, sistematis, dan masif. Biaya iklan mereka dibebankan juga pada konsumen, jadi anggarannya tinggi," ujar Donny. 

Hal itu ia sampaikan dalam Webinar Nasional "Obesitas pada Anak dan Remaja di Indonesia: Kondisi dan Tantangan Terkini" yang digelar oleh Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN yang dipantau daring, Rabu (29/5/2024).

Sementara itu, informasi dan imbauan mengenai pentingnya pola makan sehat dari pemerintah maupun swasta, kalah dengan iklan-iklan perusahaan makanan tersebut. 

Saat melihat layar televisi atau media sosial, misalnya, yang muncul adalah promosi-promosi menarik serta sistematis dari berbagai merek makanan atau minuman tidak sehat. Pengaruh dari teman sebaya juga menjadi alasan. 

"Bagaimana promosi bisa masuk ke dunia anak-anak jaman now, bukannya pesan-pesan kesehatan, di mana ini menjadi suatu gaya hidup. Ketika teman sebaya suka dengan hal-hal itu, maka dia (juga) akan ikut," imbuhnya. 

Upaya dari pemerintah

Sementara itu, Epidemiologi Ahli Madya, Kementerian Kesehatan, dr. Uswatun Hasanah mengatakan kementerian sebenarnya telah melakukan sejumlah upaya menekan obesitas, termasuk dari konsumsi junk food

Baca juga: Pemensiunan PLTU Batu Bara Bisa Cegah Kerugian Kesehatan Rp 2.400 Triliun

Untuk melindungi konsumen, BPOM dan Kementerian Kesehatan telah mencantumkan Informasi Nilai Gizi (ING) GGL (Gula, Garam, Lemak) pada makanan dan minuman kemasan. Namun, ia mengakui perlunya sosialisasi dan edukasi lebih luas. 

"Ada pencantuman label kandungan gula garam lemak agar masyarakat tau batasan-batasan maksimal untuk konsumsi gula, garam, lemak. Di mana sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat secara terus-menerus masih menjadi program di Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)," papar dia.

Kemenkes juga telah secara rutin mempromosikan mengenai pencegahan obesitas kepada masyarakat. 

"Kami setiap tahun selalu memperingati hari Obesitas Sedunia, kami melakukan workshop, webinar, dan media briefing. Selain itu, kami juga mengadakan podcast di radio Kemenkes," terangnya. 

Baca juga: Hari Kesehatan Sedunia, WHO Kampanyekan Pentingnya Keadilan

Kendati demikian, ujarnya, secara umum kesadaran masyarakat untuk perilaku mencegah terjadinya faktor risiko obesitas masih kurang. Apalagi, sulit mengubah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan. 

"Namun mengubah perilaku dan meningkatkan kesaaran itu tidak gampang ya. Jadi kita tidak bosan untuk terus mengingatkan kepada masyarakat," ujar dr. Uswatun. 

Donny dan dr. Uswatun pun menyampaikan pentingnya kolaborasi semua pihak, lintas sektor, untuk dapat terus menyebarkan informasi pencegahan obesitas. Termasuk kebijakan yang mengikat, misalnya aturan iklan tertentu yang ditampilkan di media. 

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

LSM/Figur
Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Swasta
Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau