"Mereka punya kemampuan memengaruhi orang banyak lewat beragam aktivitas yang dilakukan dan yang paling merasa bertanggung jawab yang harusnya bisa hidup lebih panjang daripada kita yang sudah tua-tua. Yang akan memastikan apakah anak cucunya bisa menikmati hal yang sama nanti," ujarnya.
Kemampuan yang didasari pada conscious tourism itu bisa diwujudkan dalam praktik-praktik nyata mulai dari mengurangi jejak emisi karbon, memilih naik sepeda di destinasi wisata, memilih restoran yang memiliki chain supply lokal, memilih produk ramah lingkungan yang bisa diolah, mau menyimpan sampahnya sendiri kalau belum menemukan tempat sampah sampai mau belajar memilih dan memilah sampah.
"Anak-anak muda yang memiliki kemampuan itu. Apapun motivasi awalnya yang penting mau dan mampu melakukan," tutur Najwa.
Senada, VP General Secretary Danone Indonesia, Vera Galuh Sugijanto, mengatakan, pihak swasta juga menyadari pentingnya pariwisata dengan kesadaran penuh. Hal ini yang mendorong Aqua-Danone ikut terlibat, misalnya dengan tetap memikirkan cara menjaga lingkungan pasca-konsumsi produk kemasan di destinasi wisata.
Oleh karena itu, pihaknya juga mengembangkan kampanye dan edukasi pengelolaan sampah kepada publik, infrastruktur pengumpulan dan pengelolaan sampah, serta inovasi kemasan. Dengan demikian, ketika audiensnya datang ke destinasi wisata tertentu, mereka tidak meninggalkan jejak sampah, emisi atau dampak buruk bagi alam.
"Jadi (wisata berkesadaran) tidak hanya positif untuk diri kita sendiri, tapi juga positif untuk daerah wisata yang kita kunjungi, baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungannya," tuturnya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, Indonesia berhasil menempati peringkat ke-22 dunia menurut Travel and Tourism Development Index yang dirilis The World Economic Forum pada Mei 2024.
Oleh karena itu, pariwisata berada di next level dengan tidak lagi hanya cukup berorientasi pada pariwisata hijau atau green tourism. Indonesia, lanjut dia, harus melibatkan semua pihak untuk memberikan dampak terbaik pada setiap destinasi wisata yang dikunjungi.
Baca juga: Pengembangan Kawasan Parapuar di Labuan Bajo Terus Diperkuat Penguatan Konten Budaya Manggarai
"Pariwisata hijau is not enough. We need to shift into regenerative tourism. Jadi kita bukan hanya melakukan nett zero di salah satu destinasi wisata, tapi kita justru memberikan dampak positif," kata Sandiaga saat membuka acara Kampanye "100 Persen Murni, 100 Persen Petualangan Indonesia", Rabu (29/5/2024).
Jadi, jika kita datang ke Labuan Bajo, kita bisa hitung jejak emisi karbon, berapa kilogram CO2 yang kita emisikan dan kita bisa konversi itu melalui berbagai kegiatan.
Saat regenerative tourism diterapkan, tujuan pariwisata yang dirancang bukan hanya keberlangsungannya, tetapi bagaimana akhirnya para wisatawan bisa memberikan kontribusi positif kepada regenerasi ekosistem, ekonomi dan budaya lokal setempat ketika datang ke sebuah destinasi wisata.
Contohnya, ketika wisatawan datang ke Labuan Bajo, dia diharapkan bisa mengurangi sampah yang digunakan, tidak membuang sampah sembarangan dan bisa memilah sampah, memilih makanan atau minuman khas lokal, makan sesuai porsinya dan tidak meninggalkan sisa, menghemat air saat mandi dan mematikan keran saat sikat gigi sampai ikut merestorasi terumbu karang, menanam mangrove atau menanam pohon di sejumlah desa wisata.
Tentu saja, pemerintah dan pihak pelaku bisnis pariwisata juga harus mendukungnya.
"Ini tentunya perlu kolaborasi kita bersama," ungkapnya.
Vera menambahkan, Aqua-Danone menangkap pentingnya kolaborasi ini, khususnya terkait persoalan sampah, dengan mengembangkan dan mendampingi enam unit bisnis daur ulang (RBU) dan 10 collection center, di antaranya di Likupang, Danau Toba, Mandalika, Candi Borobudur, dan Labuan Bajo.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya