Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferry Irawan Kartasasmita
Pegawai Negeri Sipil

ASN di Kementerian Perhubungan

Kota Super Megah yang Kalah oleh Krisis Iklim

Kompas.com - 10/06/2024, 08:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUBAI, kota di Uni Emirat Arab (UEA) yang menarik perhatian semua orang beberapa dekade terakhir.

Kota ini bertumbuh dengan cepat, diiringi terbangunnya gedung-gedung pencakar langit tertinggi di dunia, menjadi pusat hiburan nomor satu, dan memiliki sistem metro otomatis terpanjang di dunia.

Kota ini menjelma menjadi pusat perdagangan, investasi hingga pariwisata yang paling diminati saat ini. Kota ini begitu strategis karena secara geografis menjadi hub perdagangan antara Asia, Afrika, dan Eropa.

Namun, semua sorotan gegap gempita itu teralihkan oleh kejadian abnormal dalam sehari, cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir di Dubai. Ironi di negara gurun yang kering, limpahan air yang turun tak mampu dibendung.

Penyebabnya pada 16 April lalu, curah hujan ekstrem melanda Dubai selama 24 jam. Kota ini biasanya kering, hanya memiliki rata-rata curah hujan berkisar 140-200 mm per tahun.

Namun, pada saat itu curah hujan yang turun mencapai 254 mm hanya dalam 24 jam, merupakan yang tertinggi dalam 75 tahun terakhir.

Hujan lebat membuat sejumlah kota lumpuh, jalan-jalan besar yang dilintasi oleh mobil mewah akhirnya terendam.

Bandara Internasional Dubai yang begitu ramai lalu lintas pesawat turut tergenang, akibatnya sejumlah penerbangan harus ditunda, bahkan dibatalkan. Kegiatan belajar dan perkantoran dilaksanakan secara daring.

Tak lama berselang, terjadi perdebatan di media sosial, isu yang keliru menyebutkan cuaca ekstrem ini terjadi akibat penyemaian awan yang telah dilakukan.

Warganet tak habis pikir bagaimana negara yang memiliki iklim kering, suhu relatif tinggi, dan rendahnya curah hujan harus menghadapi bencana alam berupa banjir yang menggenang seluruh kota.

Faktanya, sebelum terjadinya banjir tidak dilakukan pembibitan awan buatan dan para ahli menyebutkan hujan buatan yang dilakukan sekalipun hanya akan berdampak kecil pada kehadiran badai.

Studi terbaru menunjukkan bahwa curah hujan tahunan dapat meningkat hingga 30 persen di kawasan Uni Emirat Arab pada akhir abad ini, akibat dari pemanasan global yang semakin parah.

Ditambah lagi karena kondisi geografis yang kering, Dubai belum mempersiapkan daerahnya untuk bencana hidrometeorologi. Hal ini terindikasi pada buruknya sistem drainase di kota ini.

Kondisi ini mungkin menjadi ironi bagi kota super megah dan super modern seperti Dubai dengan teknologi temuktahir yang disematkan dalam kota, belum mampu memitigasi bencana akibat krisis iklim.

Evaluasi bagi kita semua, tidak ketinggalan pula kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Semarang yang menjadi langganan banjir, serta Banjarmasin yang sering tergenang, betapa begitu rentannya kota terhadap bencana alam dan bagaimana sistem perkotaan menjadi lumpuh dengan mudahnya. Hal ini tentunya akan semakin bertambah parah, seiring krisis iklim yang terjadi saat ini.

Adaptasi perkotaan

Eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam yang begitu masif dan diiringi dengan pembukaan lahan yang begitu cepat membuat kondisi lingkungan semakin terdegradasi, tak terkecuali di area perkotaan.

Laporan Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim atau IPCC menyatakan, pemanasan global dan naiknya suhu laut memunculkan masalah baru seperti kekeringan hebat, kelangkaan dan penurunan kualitas air, maraknya kebakaran hutan, bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, dan perubahan pola cuaca atau terjadinya cuaca ekstrem.

Merujuk data BPS tahun 2020 bahwa 56,7 persen populasi penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan, dan pada 2035 diprediksi mencapai 66,6 persen.

Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas penduduk Indonesia hidup pada kerentanan terhadap wilayah perkotaan dengan segenap masalah yang dihadapinya. Urbanisasi yang tak terelakkan menjadikan kota-kota bertumbuh dengan tak tertata.

Rebakan urban (urban sparwl) sudah terlihat dari perkembangan di wilayah Banjarmasin. Rebakan urban mulai menggerus daerah tangkapan air dan lahan pertanian yang aktif menjadi bangunan perumahan maupun properti lainnya.

Permasalahan utama di perkotaan nantinya akan berkaitan dengan kondisi lingkungan seperti: Pencemaran udara, kebisingan dan kekurangan air bersih, menipisnya sumber pangan, dan ketergantungan terhadap energi.

Tak lupa pula adanya kesenjangan sosial dan ketimpangan kemiskinan yang tak terhindarkan, sehingga perlu tata kelola pemerintahan dan perencanaan yang baik untuk mengatasi perluasan kota.

Infarstruktur yang adaptif

Tren kepala daerah saat ini berlomba untuk membangun proyek infrastruktur skala besar untuk menjadikan “warisan” yang akan ditinggalkan selepas menjabat.

Tanpa perencanaan yang matang akan manfaat untuk jangka panjang, baik bagi warga kota maupun ekosistem lingkungan di sekitar.

Jangan sampai kita membangun begitu megahnya kota, tapi tidak mampu beradaptasi terhadap krisis iklim, dan malah cenderung memperparah bencana yang akan datang.

Contohnya kita membangun monumen yang indah dipandang mata, tempat selfie dan menjadi ikon kota, tetapi manfaatnya hanya sebatas itu saja.

Mengapa kita tak membangun dan memperluas ruang terbuka hijau hingga lebih 30 persen luas kota, ditempatkannya taman untuk berkumpul warga kota, menjadikannya hutan kota sebagai paru-paru kota, menjadi instrumen pengendali banjir, penyediaan air bersih dan menjadi prasarana pembelajaran bagi pelajar dan mahasiswa, serta di masa mendatang dapat mengatasi krisis iklim.

Atau bagaimana pemimpin daerah lebih senang mempermulus jalan kota dibandingkan membenahi atau membangun fasilitas drainase.

Drainase yang buruk membuat jalan-jalan itu tergenang, membahayakan bagi pengguna jalan ketika hujan, mempercepat kerusakan jalan, dan mengurangi kebersihan kota.

Cukup kiranya kita belajar dari kemegahan Dubai, bagaimana kota yang begitu dikagumi oleh dunia ternyata terpuruk hanya karena curah hujan yang tinggi selama satu hari.

Tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan agar dapat melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, karena seperti bom waktu, kita tak akan tahu seperti apa dampak krisis iklim terjadi di kota kita.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

LSM/Figur
PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

Pemerintah
BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

Pemerintah
Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Pemerintah
IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

Swasta
WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

LSM/Figur
Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Pemerintah
Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Pemerintah
5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

Pemerintah
UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

Pemerintah
Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

LSM/Figur
Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

LSM/Figur
90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

Pemerintah
Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

LSM/Figur
Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau