Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 18 Juni 2024, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Organisasi lingkungan Kanopi Hijau Indonesia menyebutkan, batu bara sebagai salah satu penyebab krisis iklim harus masuk dalam kurikulum belajar sekolah dan kampus di Bengkulu.

Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia Hosani mengatakan, kurikulum di Indonesia saat ini belum di-update dengan situasi krisis iklim.

"Akibat kurikulum belum update, tidak semua pelajar dan mahasiswa di Kota Bengkulu tahu batu bara penyebab krisis iklim," kata Hosani di Bengkulu, Sabtu (15/6/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Darurat Iklim, Saatnya PBNU Dengar Suara Rakyat

Padahal, ujar Hosani, batu bara secara nyata menjadi salah satu penyebab krisis iklim yang berdampak buruk bagi planet Bumi.

Hosani menyampaikan, data pelajar dan mahasiswa yang belum tahu batu bara menjadi penyebab krisis iklim tersebut dihimpun berdasarkan hasil kuesioner.

Kuesioner tersebut disebarkan terhadap 187 siswa SMP Sint Carolus Bengkulu dan 37 mahasiswa jurusan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) dalam kegiatan Sekolah Energi Bersih #2 di lokasi masing-masing pada beberapa waktu lalu.

"Sebanyak 70 persen atau 131 siswa SMP Sint Carolus Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu tidak mengetahui bahwa batu bara sebagai salah satu penyebab krisis iklim yang berdampak buruk bagi planet Bumi," kata dia.

Hosani menambahkan, hanya 30 persen saja atau 56 siswa yang mengetahui bahwa batu bara sebagai salah satu penyebab krisis iklim.

Baca juga: Belum Capai Target, Aksi Iklim Global Gagal Kurangi Deforestasi

Selain itu, 32,4 persen mahasiswa jurusan Sosiologi UMB tidak mengetahui bahwa batu bara sebagai salah satu penyebab krisis iklim yang berdampak buruk bagi bumi.

Kemudian, sebanyak 64,8 persen mahasiswa mengetahui batu bara menjadi salah satu penyebab krisis iklim di Bumi. Sedangkan 2,7 persen mahasiswa tak memberikan jawaban.

"Sebagian besar pelajar dan mahasiswa mengetahui bahwa hanya sampah yang menjadi penyebab krisis iklim di Bumi sesuai dengan materi pelajaran yang mereka terima," tutur Hosani.

Tidak hanya siswa SMP, mayoritas dari 881 anak muda yang dijangkau oleh Sekolah Energi Bersih tidak mengetahui terjadinya krisis iklim adalah akibat penggunaan batu bara.

Situasi itu kata dia bisa menjadi sebuah refleksi bahwa anak muda di tempat lain juga mengalami keterbatasan informasi.

Baca juga: Restorasi Lahan Gambut Atasi Tantangan Perubahan Iklim

Menurut data Badan Energi Internasional (IEA) yang dikutip oleh Greenpeace, bahan bakar fosil batu bara menyumbang 44 persen dari total emisi karbon dioksida global.

Pembakaran batu bara adalah sumber terbesar emisi gas rumah kaca (GRK) yang memicu perubahan iklim.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Inisiatif Food Waste Breakthrough: Target Potong Setengah Sampah Makanan Kota
Inisiatif Food Waste Breakthrough: Target Potong Setengah Sampah Makanan Kota
Swasta
Telkom University–Cyberport Hong Kong Resmi Bersinergi Dorong Inovasi Digital Global
Telkom University–Cyberport Hong Kong Resmi Bersinergi Dorong Inovasi Digital Global
Swasta
Perlu 1 Miliar Hektar untuk Penuhi Janji Iklim
Perlu 1 Miliar Hektar untuk Penuhi Janji Iklim
LSM/Figur
CDP: Bisnis Proyeksikan Kerugian 420 Miliar Dolar AS Akibat Risiko Cuaca Ekstrem
CDP: Bisnis Proyeksikan Kerugian 420 Miliar Dolar AS Akibat Risiko Cuaca Ekstrem
Swasta
Muhammadiyah Luncurkan Pesantren Eco-Saintek, yang Integrasi Pendidikan dan Lingkungan
Muhammadiyah Luncurkan Pesantren Eco-Saintek, yang Integrasi Pendidikan dan Lingkungan
LSM/Figur
Krisis Nutrisi akibat Iklim: Tanaman Makin Berkalori, Kita Makin Rentan
Krisis Nutrisi akibat Iklim: Tanaman Makin Berkalori, Kita Makin Rentan
LSM/Figur
Saat Kebun Harus Beradaptasi
Saat Kebun Harus Beradaptasi
Pemerintah
Empat Miskonsepsi Besar Soal Nikel dan Kendaraan Listrik di Indonesia
Empat Miskonsepsi Besar Soal Nikel dan Kendaraan Listrik di Indonesia
LSM/Figur
Panduan Global Baru Diluncurkan, Bantu Pembuat Kebijakan Pahami Krisis Iklim
Panduan Global Baru Diluncurkan, Bantu Pembuat Kebijakan Pahami Krisis Iklim
Pemerintah
Di Balik Panja AMDK: Krisis Penyediaan Air Minum dan Isu Lingkungan yang Terabaikan
Di Balik Panja AMDK: Krisis Penyediaan Air Minum dan Isu Lingkungan yang Terabaikan
Pemerintah
Mikroplastik Cemari Udara di 18 Kota, Jakarta Pusat Catat Konsentrasi Tertinggi
Mikroplastik Cemari Udara di 18 Kota, Jakarta Pusat Catat Konsentrasi Tertinggi
LSM/Figur
MA Ungkap, Hakim Bersertifikasi Lingkungan Kunci Atasi Anti-SLAPP
MA Ungkap, Hakim Bersertifikasi Lingkungan Kunci Atasi Anti-SLAPP
Pemerintah
COP30: Pemerintah Siapkan Strategi Hadapi Fraud Perdagangan Karbon
COP30: Pemerintah Siapkan Strategi Hadapi Fraud Perdagangan Karbon
Pemerintah
Pulau Buru Maluku Ditetapkan Jadi Kawasan Konservasi Baru Penyu Belimbing
Pulau Buru Maluku Ditetapkan Jadi Kawasan Konservasi Baru Penyu Belimbing
Pemerintah
Timbal Ditemukan dalam Darah Ibu Hamil dan Anak, Ini Sumber Utamanya
Timbal Ditemukan dalam Darah Ibu Hamil dan Anak, Ini Sumber Utamanya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Tentang

Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com melalui donasi.

Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama akun kamu.

Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan yang berisi konten ofensif, diskriminatif, melanggar hukum, atau tidak sesuai etika dapat dihapus tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau