KOMPAS.com - Kegagalan dalam menerapkan upaya menghentikan deforestasi sebagai inti dari respons iklim global, dapat memperlambat transisi menuju masa depan yang hijau, tangguh, dan sejahtera bagi manusia.
Hal itu disampaikan Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Environment Programme (UNEP) dalam laporan berjudul "Raising Ambition, Accelerating Action: Towards Enhanced Nationally Determined Contributions for Forests" yang rilis pada Senin (10/6/2024).
UNEP mengamati, banyak negara tidak dapat mencapai target 2030 untuk menghentikan deforestasi.
Hal ini menciptakan kondisi yang dapat memperburuk krisis iklim, kemiskinan, kelaparan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Laporan tersebut menyatakan, target pengurangan gas rumah kaca yang diajukan oleh beberapa negara pada 2017-2021, telah gagal mencapai tujuan ambisius dalam menghentikan dan memulihkan hilangnya hutan pada 2030.
Baca juga:
Disampaikan pula bahwa laju deforestasi global terus meningkat, meskipun baru-baru ini terjadi penurunan di Brasil, seperti dikutip dari laman UNEP.
"Setelah target 2020 oleh para pemimpin dunia untuk mengurangi separuh hilangnya hutan tidak tercapai, kita harus memastikan bahwa target 2030 tidak mengalami nasib serupa," ujar Pelaksana Tugas Direktur Divisi Iklim UNEP Dechen Tsering.
Hutan, merupakan kunci dalam mengatur iklim, udara, kualitas air, menyerap gas penyebab pemanasan bumi, serta menjadi rumah bagi berbagai spesies.
Dengan demikian, kata dia, perusakan hutan tentunya dapat mengancam agenda keberlanjutan global.
"Rencana aksi iklim yang akan dilaksanakan pada 2025, harus memiliki tujuan yang ambisius, konsisten, terperinci, terarah, dan dapat ditindaklanjuti untuk konservasi, restorasi, dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan," imbuhnya.
Laporan itu juga mengungkapkan, hutan memiliki potensi untuk berkontribusi terhadap sepertiga upaya pengurangan emisi gas rumah kaca global, seperti yang diuraikan dalam kesepakatan iklim Paris 2015.
Namun sejauh ini, hanya delapan dari 20 negara yang paling bertanggung jawab atas kerusakan hutan tropis.
Hanya beberapa negara tersebut yang telah mengintegrasikannya secara penuh ke dalam aksi iklim nasional mereka, yang dikenal sebagai Komitmen Kontribusi Nasional atau Nationally Determined Contributions (NDC).
Baca juga: Sekjen PBB Peringatkan Neraka Iklim Bila Dunia Tak Segera Bertindak
Menurut laporan tersebut, pendanaan yang berkelanjutan untuk konservasi hutan harus disertai dengan penyelarasan kebijakan iklim nasional dan legislasi, untuk mempercepat transisi hijau.
"Implementasi kebijakan yang mendorong praktik ekonomi berkelanjutan yang lebih luas, contohnya pendekatan bioekonomi, dapat membantu mendorong perubahan ekonomi jangka panjang, menyediakan lapangan kerja, dan menjaga hutan tetap utuh," ujar keterangan dalam laporan itu.
Selain itu, menyediakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat adat dan lokal akan menjadi kunci dalam melestarikan hutan tropis, sekaligus meningkatkan kontribusinya terhadap ketahanan iklim.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya