Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Survei UNDP: 86 Persen Masyarakat Ingin Pemerintah Indonesia Perkuat Aksi Iklim

Kompas.com, 22 Juni 2024, 09:42 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Survei opini publik terbesar yang pernah dilakukan tentang perubahan iklim, Peoples' Climate Vote 2024, menunjukkan 86 persen masyarakat Indonesia ingin pemerintah meningkatkan upaya untuk mengatasi krisis iklim.

Hal ini senada dengan 60 persen masyarakat Indonesia yang menyatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim.

Peoples’ Climate Vote diluncurkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk menghubungkan masyarakat dengan pembuat kebijakan.

Baca juga: 500 Lebih Jemaah Haji Meninggal, Krisis Iklim Ancaman Serius

Inisiatif ini berfungsi sebagai platform bagi masyarakat untuk menyampaikan kekhawatiran dan kebutuhan mereka terkait perubahan iklim kepada para pemimpin dunia.

Survei yang dilakukan UNDP bekerja sama dengan University of Oxford, Inggris, dan GeoPoll ini terdiri dari 15 pertanyaan tentang perubahan iklim yang diajukan ke 75.000 orang dalam 87 bahasa di 77 negara, termasuk Indonesia.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk memahami pengalaman masyarakat terkait dampak perubahan iklim dan respons yang diinginkan dari pemerintah. Negara-negara yang disurvei mewakili 87 persen dari populasi global.

Administrator UNDP Achim Steiner mengatakan, Peoples' Climate Vote jelas dan tegas bahwa masyarakat dunia ingin para pemimpin mereka mengesampingkan perbedaan dan bertindak sekarang untuk mengatasi krisis iklim.

Baca juga: Adaptasi Perubahan Iklim, Inovasi Agrobisnis Benih hingga Pupuk

"Hasil survei ini, dengan cakupan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, menunjukkan konsensus mengejutkan. Kami mendorong para pemimpin dan pembuat kebijakan untuk memberi perhatian, khususnya saat negara-negara menetapkan komitmen aksi iklim untuk tahap selanjutnya," ujar Achim.

Selain itu juga dapat memberikan kontribusi yang ditentukan secara nasional atau nationally determined contributions (NDC) di bawah Perjanjian Paris.

"Perubahan iklim adalah permasalahan yang dialami semua negara di seluruh dunia," cetus Achim.

Setop bahan bakar fossil

Selain seruan untuk aksi iklim yang lebih berani, survei ini menunjukkan dukungan mayoritas (72 persen) masyarakat dunia untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil.

Senada dengan hal itu, 55 persen masyarakat Indonesia juga setuju untuk segera beralih dari bahan bakar fosil, sejalan dengan upaya pemerintah untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik.

Masyarakat di seluruh dunia menyatakan bahwa mereka memikirkan tentang perubahan iklim.

Baca juga: KTT Pemimpin G7 Gagal Capai Kesepakatan Perubahan Iklim

Secara global, 56 persen mengatakan mereka memikirkan perubahan iklim secara reguler, yaitu setiap hari atau setiap minggu, termasuk sekitar 63 persen masyarakat di negara-negara kurang berkembang.

Dibandingkan tahun lalu, lebih dari separuh (53 persen) masyarakat di seluruh dunia mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau