Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Afif
Hakim PTUN Palembang

Lulusan Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Mengintegrasikan Nilai Adat dan Budaya dalam Pembangunan Modern

Kompas.com - 24/06/2024, 17:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ini menunjukkan bagaimana masyarakat adat memadukan pengetahuan mereka tentang lingkungan dengan kearifan lokal untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya estetis, tetapi juga tahan lama dan aman.

Selain aspek struktural, masyarakat adat juga mengatur hal-hal teknis lainnya seperti memiliki tinggi 5-7 meter dari tanah, sedangkan tinggi lantai dari tanah 2,5 – 3,5 meter sehingga memungkinkan rumah tidak terendam saat terjadi banjir.

Selain itu, rumah gadang juga selalu memiliki jarak antarbangunan dan pagar. Misalnya, harus ada jarak antarrumah (samping kiri, kanan, dan belakang) agar memudahkan petugas bila terjadi musibah, seperti kebakaran, dan memberi jarak dengan jalan agar kendaraan tidak menghalangi jalan.

Hal ini adalah contoh bagaimana aturan adat mengedepankan aspek keselamatan dan kenyamanan.

Selain itu, juga terdapat kolam ikan (tabek) di belakang atau depan rumah adat yang memiliki fungsi ekologis. Air limbah rumah tangga dibuang ke kolam tersebut dan dibersihkan oleh ikan-ikan yang ada, menunjukkan konsep pengelolaan limbah yang alami dan berkelanjutan.

Parit-parit di depan rumah adat, yang bukan untuk pembuangan air limbah, tetapi sebagai tempat air bersih dari pegunungan atau air hujan, mencerminkan bagaimana masyarakat adat menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan mereka.

Sayangnya, konsep-konsep berkelanjutan ini tampaknya hilang dalam peradaban modern kita. Selokan yang kotor dan berbau akibat pembuangan limbah rumah tangga secara bebas menjadi pemandangan umum di banyak permukiman modern.

Hal ini menunjukkan bahwa regulasi yang ada tidak cukup memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan.

Tidak ada aturan hukum yang bisa dijadikan rujukan untuk memastikan bahwa pembangunan rumah modern ramah lingkungan.

Akibatnya, banyak selokan di depan rumah justru berbau menyengat karena air limbah rumah tangga dibuang secara bebas.

Kita kehilangan nilai-nilai kebijaksanaan lokal yang seharusnya dapat menjadi pedoman dalam pembangunan perumahan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk kembali mengintegrasikan nilai-nilai adat dan budaya dalam pembangunan modern.

Regulasi lebih ramah lingkungan perlu diterapkan untuk memastikan bahwa pembangunan perumahan tidak hanya memenuhi kebutuhan estetika dan kenyamanan, tetapi juga keberlanjutan lingkungan.

Dengan memadukan kebijaksanaan lokal yang telah terbukti efektif dengan teknologi dan pengetahuan modern, kita dapat menciptakan lingkungan hunian yang lebih sehat, nyaman, dan berkelanjutan.

Dalam hal ini, penulis menilai regulasi perizinan perlu memiliki standar yang jelas. Konsep pembangunan rumah yang diterapkan pada perumahan Belanda di Indonesia pada masa lalu perlu dipertimbangkan untuk diterapkan di perumahan modern.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau