MENCERMATI hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juni 2024, ada hal yang menarik perhatian Penulis kaitannya dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial yang ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha.
Hasilnya, kredit tumbuh sebesar 12,15 persen (yoy) pada Mei 2024, yang didorong pertumbuhan kredit di sebagian besar sektor ekonomi, terutamanya perdagangan, industri, dan jasa dunia usaha.
Ditelisik lebih jauh, ada sektor usaha yang tidak luput perhatian pemangku kebijakan, yaitu ekonomi hijau.
Ekonomi hijau menjadi salah satu target prioritas pelonggaran likuiditas makroprudensial disebabkan beberapa hal.
Pertama, ekonomi hijau adalah cerminan dari ekonomi keberlanjutan. Kedua, ekonomi hijau merupakan masa depan kita, di mana daya dukung energi tak terbarukan semakin berkurang atau langka.
Kajian "Southeast Asia’s Green Economy 2024 Report" oleh Bain & Company (2024) menyebut bahwa Indonesia masih berada di urutan ketiga dalam indeks ekonomi hijau, tertinggal dibandingkan Singapura dan Malaysia.
Indeks ini mengukur lima parameter, yaitu ambisi, progres, peta jalan, akslerator, dan investasi.
Untuk mengejarnya, salah satu rekomendasinya adalah kolaborasi penguatan ekonomi dan keuangan hijau. Meningkatkan porsi ekonomi keuangan hijau erat kaitannya dengan bagaimana mengakslerasikan kredit hijau.
Porsi penyerapan kredit hijau di Indonesia masih terdapat banyak ruang perbaikan.
Dari sisi supply, pelonggaran makroprudensial di atas dinilai mampu mendorong perbankan dan industri keuangan untuk lebih mendorong kredit hijaunya melalui skema insentif likuiditas yang telah diatur BI.
Namun, bagaimana dari sisi demand? Apakah demand pelaku usaha hijau saat ini tergolong moderat atau perlu akslerasi?
Opini ini akan membahas bagaimana mengoptimalisasikan penyaluran kredit atau pembiayaan hijau dari sisi demand pelaku usaha berkategori hijau.
Demand di sini berarti appetite atau dorongan pelaku usaha, khususnya yang bergerak dalam bidang hijau, untuk mengakses dan memanfaatkan fasilitas kredit hijau.
Dapat dipahami bahwa jumlah pelaku usaha kategori hijau belum maksimal di semua lini usaha, baik skala kecil, menengah, sampai dengan besar.
Namun begitu, kapasitas dan daya dukung finansial yang dimiliki oleh usaha skala menengah sampai besar dinilai lebih mampu mengakses pendanaan kredit hijau.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya