Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Itera Ciptakan Alat Deteksi Kelainan Tulang Belakang

Kompas.com, 23 Juli 2024, 14:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kelompok mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (Itera) yang memperoleh pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa 2024 Kategori Karsa Cipta (PKM-KC) mengembangkan inovasi alat pendeteksi kelainan pada tulang belakang. Alat itu dinamakan Spine Assessment.

"Spine Assessment mampu mengidentifikasi kelainan tulang belakang seperti skoliosis, lordosis, dan kifosis secara otomatis," ujar Ketua tim, Anisa Prasetya Putri Kartini, dalam keterangannya, dikutip dari Antaranews, Selasa (25/7/2024).

Berbeda dengan alat konvensional, ia menjelaskan, alat spine assessment menggunakan teknologi sensor dan pemrograman berbasis machine learning.

Sehingga, alat itu dapat mengukur kemiringan tulang belakang dengan akurat serta memberikan output berupa diagnosis kelainan tulang belakang yang dialami pasien.

"Spine Assessment, tidak hanya berfungsi untuk mendeteksi, tetapi juga sebagai alat monitoring yang dapat mempermudah tenaga medis dalam memantau kondisi tulang belakang pasien serta menyusun rencana perawatan yang lebih terarah," paparnya. 

Menurut Anisa, spine assessment mampu memberikan hasil yang cepat dan akurat tanpa invasif maupun biaya tinggi.

Bahkan, ia mengatakan, alat ini juga mudah digunakan, memiliki bentuk yang ringkas, dan dapat disesuaikan dengan bentuk tubuh pasien.

"Inovasi Spine Assessment diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam bidang kesehatan dan menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya untuk terus berinovasi serta mengembangkan kreativitas di berbagai bidang," tutur Anisa, dikutip dari Antara.

Kasus penyakit tulang belakang

Ia juga berharap, inovasi yang dikembangkan oleh mahasiswa Itera ini dapat memberikan dampak positif bagi dunia kesehatan, terutama dalam mempercepat proses deteksi dan monitoring pasien dengan kelainan tulang belakang.

"Latar belakang kami melakukan pengembangan berawal dari kebutuhan yang mendesak akan alat yang mampu mendeteksi kelainan tulang belakang secara cepat dan akurat," ujarnya.

Sebab, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kasus penyakit skoliosis, lordosis, dan kifosis di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Sehingga, ia menilai deteksi dini sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut yang bisa mempengaruhi kualitas hidup pasien.

"Namun, alat deteksi yang ada di pasaran sering kali mahal dan kurang efisien dalam memberikan diagnosis yang cepat. Dalam rangka mengatasi masalah tersebut. Tim PKM-KC Itera berinisiatif mengembangkan alat asesmen kelainan tulang belakang menggunakan sensor posisi dan machine learning," terang dia. 

Adapun Spine Assessment dikembangkan oleh mahasiswa Itera yang sebagian besar berasal dari Program Studi Teknik Biomedis.

Tim mahasiswa ini diketuai oleh Anisa Prasetya Putri Kartini, dengan anggota Mundy Malvina, Adelia Nuraini, Nadiyah, dan Putri Utami dari Prodi Matematika. Serta dibimbing oleh dosen Prodi Teknik Biomedis Itera, Rudi Setiawan. 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau