Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Penggunaan Energi Surya di Indonesia, Besar Namun Masih Tertinggal

Kompas.com, 14 Agustus 2024, 12:29 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Data terkini dari Institute for Essential Service Reform (IESR) menunjukkan bahwa penggunaan energi surya di Indonesia masih sedikit dan tertinggal dibandingkan sejumlah negara lain. 

Padahal, Analis Sistem Ketenagakerjaan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra S mengatakan, potensi energi surya di Tanah Air cukup besar.

Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), energi surya memiliki potensi terbesar di antara energi baru terbarukan (EBT), yakni 3.294 gigawatt (GW). Namun, pemanfaatannya baru 675,1 megawatt (MW) per Juni 2024. 

Baca juga: Sebar PLTS Jadi Solusi atas Hambatan Energi Surya

Berdasarkan target Indonesia dalam RUKN, Indonesia harus menambahkan kapasitas energi terbarukan tiga kali lipat dari 2023-2030. Artinya, setiap tahun secara global perlu menambahkan 1.000 giga watt (GW) dari pembangkit energi terbarukan, dengan kontribusi terbesar dari energi surya. 

"Di tahun 2030, kita membutuhkan 14 GW energi surya, dan di tahun 2060, 134 GW. Artinya untuk sampai ke tahun 2030, kita membutuhkan minimal penambahan 2 GW (energi surya) per tahunnya, karena sekarang kita masih jangka 500an, 600an MW," ujar Alvin saat Media Luncheon di Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2024). 

"Kita butuh dalam waktu 7 tahun, 6 tahun itu, sekitar 100 GW. Jadi kebutuhan per tahunnya di Indonesia itu sekitar 2 GW, apabila ingin mengikuti draft RUKN," sambungnya. 

Berdasarkan analisis IESR, Indonesia selama dua atau tiga tahun terakhir sudah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Namun, masih kalah dengan negara tetangga di Asia Tenggara seperti Filipina, Thailand, hingga Malaysia.

Baca juga: Potensi Energi Surya Indonesia Sangat Besar, Perlu Dukungan Lebih Masif

“Tahun 2021 sampai 2023 penambahannnya hampir 400 walaupun sepertiganya didorong oleh adanya PLTS Terapung Cirata itu 145 mega watt (MW),” imbuh dia.

Adapun saat ini, kontribusi terbesar energi surya masih dipimpin oleh Tiongkok. Namun, negara-negara berkembang seperti India dan Brasil juga memperkuat posisi mereka sebagai pusat tenaga surya global.

Sementara, di kawasan Asia Tenggara, ada kemajuan signifikan dalam sektor energi surya. Vietnam dan Thailand merupakan pelopor dengan kapasitas energi surya yang besar.

Selain itu, Filipina, Malaysia, dan Singapura juga menunjukkan perkembangan cukup baik. Filipina, misalnya, mengalami peningkatan kapasitas yang pesat berkat kebijakan ekonomi yang konsisten dan dominasi pasar swasta.

Malaysia memanfaatkan tender skala besar untuk memperluas kapasitas suryanya, sementara Singapura terus memperluas proyek-proyek ekspor listrik sebagai bagian dari Singapore Green Plan 2030.

Tantangan energi surya di Indonesia

Menurut catatan IESR, meskipun kapasitas produksi modul surya Indonesia terbilang meningkat, mencapai 2,3 GW/tahun per Juni 2024, namun secara ukuran, efisiensi, harga dan kategori panel tier-1, Indonesia masih tertinggal dari modul surya impor.

Modul surya dalam negeri bahkan belum ada yang mendapatkan sertifikasi tier-1, sehingga sulit mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan internasional. Harga PLTS lokal juga 30-45 persen lebih tinggi dibandingkan PLTS impor.

Baca juga: Gunakan Energi Surya, Gereja Katedral Jakarta Hemat Biaya Listrik 30 Persen

Artinya, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal biaya dan kapasitas produksi domestik. Modul surya lokal saat ini lebih mahal dibandingkan dengan produk impor dan masih memerlukan peningkatan dalam hal efisiensi dan kapasitas produksi.

Oleh karena itu, IESR mendorong pemerintah untuk meningkatkan daya saing PLTS lokal dengan memberikan insentif baik fiskal maupun non-fiskal untuk mengurangi biaya produksi, terutama apabila berorientasi ekspor.

Kemudian, melakukan kerjasama dengan produsen global untuk transfer teknologi, serta memberikan kepastian regulasi dan pasar domestik. Selain itu, pemerintah diminta mengatasi hambatan permintaan dalam negeri yang rendah, salah satunya dengan pengadaan tender yang berkala.

Perekayasa Ahli Utama, Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arya Rezavidi, mengungkapkan bahwa keberadaan rantai pasok PLTS yang kuat akan meningkatkan nilai tambah mineral penting untuk pembuatan modul surya.

Misalnya, nilai tambah ekonomi industri rantai pasok sel surya kristal silikon secara optimal dapat menjad 637,5 kali lipat dibandingkan dengan biaya awal.

“Pengembangan PLTS tidak hanya untuk mencapai target bauran energi terbarukan, tapi juga menandakan bahwa Indonesia menguasai teknologi PLTS yang kompetitif,” ujar Arya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Pemerintah
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
LSM/Figur
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
Pemerintah
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
LSM/Figur
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
Swasta
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Pemerintah
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
Pemerintah
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Pemerintah
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Swasta
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau