Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Terhadap Green Jobs Meningkat, Perlu Dorong SDM

Kompas.com, 21 Agustus 2024, 18:45 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa tahun terakhir, tren pekerjaan hijau atau green jobs semakin populer di dunia maupun di Indonesia.

Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation, Michael Susanto mengatakan hal itu terlihat dari demand terhadap green talents itu makin lama semakin tinggi.

"Sampai kalau bicara platform jobseeker, LinkedIn, jaman dulu tidak ada yang namanya green jobs, sekarang sudah ada,” ujar Michael saat talkshow sesi-3 “Building The Green Jobs & Human Capital Roadmap to Achieve a Sustainable Future” dalam KG Media Lestari Summit yang digelar di Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Baca juga: Lestari Summit 2024: Masa Depan Berkelanjutan Butuh Peta Jalan Green Jobs dan SDM

Menurutnya, Indonesia juga memiliki peluang yang tinggi untuk penyediaan lapangan kerja hijau, sebab, memiliki peluang bisnis kredit karbon, biomassa, dan peluang pengembangan green jobs lainnya.

Kendati demikian, ia mengaku terdapat tantangan yang besar dari segi penguatan sumber daya manusia (SDM) dan kesenjangan pengertian. Padahal, Pemerintah Indonesia melalui Bappenas telah memiliki rancangan dan target terkait green jobs di Tanah Air.

“Namun untuk penerapannya, adopsinya, dan komitmen dari berbagai macam sektor, terutama non-state actor itu memang agak terlambat,” imbuh dia.

Kesenjangan SDM dan Pengertian

Michael menilai, private sector atau sektor swasta seringkali masih belum memiliki pandangan yang sama terhadap definisi dan penerapan green jobs.

Kebanyakan, swasta masih menganggap bahwa pekerjaan hijau terbatas di bidang lingkungan, teknik, pertanuan, maupun energi terbarukan.

“Padahal seringkali yang belum kita sadari, pekerjaan apapun bisa saja menjadi green jobs,” terangnya.

Baca juga: Bukan Cuma Energi Terbarukan, Green Jobs Cakup Semua Sektor

Sebagai contoh, kata dia, pekerjaan urban planner di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan pengelolaan tata kota, bisa menjadi green jobs. Jika memiliki rencana misalnya mengurangi karbon hingga 40 persen dalam 10 tahun.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa area pendidikan tinggi, yang semestinya berperan mendorong praktek green jobs, seringkali juga belum menyadari hal tersebut.

“Kalau kita bicara, pendidikan tinggi belum tentu menyadari pekerjaan setiap ilmu dan setiap fakultas itu bisa berkontribusi terhadap green economy, blue economy,” tuturnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya transformasi dan penyelarasan pemahaman di institusi pendidikan tinggi.

Bahkan, jika perlu, kesadaran mengenai definisi dan ruang lingkup green jobs, dapat dibangun sejak dini. Seperti dimulai dari sekolah dasar. Sebab, menurutnya, pendidikan merupakan suatu kekuatan yang bisa menciptakan peluang yang setara.

Baca juga: Tertarik Lamar Green Jobs? Ini Situs Lowongan Kerja Energi Terbarukan

“Di Tanoto Foundation, kami percaya bahwa pendidikan berkualitas memiliki kekuatan yang transformatif untuk membuat kesetaraan peluang,” pungkasnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang


Terkini Lainnya
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau