KOMPAS.com - Penerapan co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menjadi salah satu upaya meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) namun dengan sedikit investasi.
Co-firing merupakan pencampuran biomassa ke dalam pembakaran batu bara di dalam boiler PLTU.
Hal tersebut disampaikan Direktur PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Iwan Agung Firstantara dalam Lestari Summit 2024 di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Baca juga: Co-firing PLTU: Subtitusi Batu Bara sambil Berdayakan Keekonomian Kerakyatan
Lestari Summit 2024 adalah forum yang digelar KG Media sebagai wadah bagi para pemimpin dan praktisi keberlanjutan untuk bertukar pikiran dan menginspirasi satu sama lain.
Kegiatan ini juga sekaligus membuka kesempatan kolaborasi dari para pihak untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia.
KG Media berkolaborasi dengan mitra seperti BRI, Astra, PLN, dan Pertamina untuk mendukung kesuksesan Lestari Summit 2024.
Iwan menuturkan, penerapan co-firing minim investasi dan tidak memerlukan waktu lama dalam implementasinya.
"Kita akan mendatkan listrik hijau tapi tidak memerlukan Capex (belanja modal) yang cukup banyak," kata Iwan.
Baca juga: Menengok Lebih Dalam Strategi Co-firing PLN dalam Lestari Summit 2024
Sampai saat ini, penerapan co-firing biomassa sudah dilakukan di 46 dari 5 PLTU batu bara yang ada.
Dia menambahkan, secara teknis PLTU di Indonesia tidak mengalami masalah saat diimplementasikan co-firing.
Sebagai contoh PLTU tipe pulverized coal (PV) bisa diimlementasikan co-firing dengan campuran 5-10 persen.
Sedangkan PLTU tipe circulating fluidized bed (CFB) implementasi co-firingnya bisa sampai 30 persen
Sementara itu, PLTU tipe stoker mampu mengakomodasi 100 persen pembakaran dengan biomassa.
Baca juga: Susun NDC Kedua, Penangkap Karbon dan Co-firing Perlu Ditimbang Ulang
"Ini menunjukkan betapa potensi mensubtitusi batu bara bisa sangat lebar," ujar Iwan.
PLN menargetkan co-firing PLTU dapat dilaksanakan dengan campuran 10 persen di 52 PLTU yang ada. Dengan target tersebut, butuh pasokan biomassa setidaknya sekitar 10 juta ton per tahun.
Bila sesuai target, penurunan emisi yang bisa dicapai sebesar 11 juta ton setara karbon dioksida dari penerapan co-firing PLTU.
Tahun lalu, realisasi co-firing mencapai 1 juta ton biomassa. Tahun ini ditargetkan biomassa yang bisa diserap mencapai 2 juta ton.
Baca juga: PLN: Co-Firing PLTU Manfaatkan Limbah Biomassa
Iwan menuturkan, implementasi co-firing biomassa juga memanfaatkan limbah yang ada seperti limbah pertanian hingga limbah pengolahan kayu.
Iwan menyampaikan, biomassa yang diserap untuk co-firing mengambil dari sumber lokal yang disediakan oleh penyedia lokal atau masyarakat.
"Kalau batu bara, kami berkontrak dengan korporasi. Kalai biomassa ini sifatnya kerakyatan. Kami berhubungan langsung dengan petani-petani dan agregator lokal," papar Iwan.
Dengan melibatkan sumber lokal, co-firing biomassa pada 52 PLTU menciptakan multiplier effect dalam skala ekonomi yang sangat besar.
Baca juga: Penelitian: Co-firing Bukan Solusi Efektif Pangkas Emisi dan Polusi PLTU Batu Bara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya