Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/08/2024, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah ilmuwan tengah mengembangkan bakteri yang mampu mengekstrak logam-logam langka di baterai yang terbuang atau rusak.

Dengan bakteri tersebut, diharapkan manusia tidak kekurangan bahan baku logam langka dan bisa didaur ulang sehingga teknologi hijau bisa terus mengalami sirkulasi.

Penelitian tersebut dipelopori oleh para ilmuwan di Universitas Edinburgh, sebagaimana dilansir The Guardian, Minggu (25/8/2024).

Baca juga: Baterai Lithium-ion Bisa Jadi Sumber Pencemaran Kimia bagi Bumi

Tujuan dari penelitian tersebut adalah memanfaatkan bakteri yang dapat mengekstrak litium, kobalt, mangan, dan mineral lainnya dari baterai lama dan peralatan elektronik yang dibuang.

Untuk diketahui, logam-logam tersebut langka dan mahal, sekaligus sangat penting untuk berbagai perangkat teknologi hijau.

Profesor Louise Horsfall, ketua bioteknologi berkelanjutan di Universitas Edinburgh, mengatakan jika manusia bergantung pada listrik untuk pemanas, transportasi, dan perangkat elektroni, maka manusia juga akan menjadi semakin bergantung terhadap logam-logam langka tersebut.

"Semua fotovoltaik (panel surya), drone, mesin cetak 3D, fuel cell hidrogen, turbin angin, dan motor untuk mobil listrik membutuhkan logam –banyak di antaranya langka– yang merupakan kunci untuk operasinya," kata Horsfall.

Baca juga: Dukung Daur Ulang Baterai, BRIN Kembangkan Pabrik Percontohan

Kelangkaan logam

Kelangkaan logam-logam tersebut juga tak bisa dilepaskan dari faktor politik. Untuk diketahui, sejauh ini China menjadi pemimpin dan pengendali pasokan utama unsur tanah jarang, sekaligus menjadi pengolah utamanya.

Horsfall menuturkan, untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, diperlukan pengembangan ekonomi sirkular yakni menggunakan kembali logam-logam teknologi hijau semaksimal mungkin.

Jika tidak, manusia akan kehabisan bahan baku tersebut dengan sangat cepat.

"Jumlah logam ini di Bumi terbatas dan kita tidak mampu lagi membuangnya sebagai limbah seperti yang kita lakukan sekarang. Kita membutuhkan teknologi daur ulang baru jika kita ingin melakukan sesuatu untuk mengatasi pemanasan global," tutur Horsfall.

Baca juga: Nickel Industries Berkomitmen Jadikan Indonesia Pusat Baterai Global

Horsfall menuturkan, kunci dari keberhasilan daur ulang dan ekonomi sirkuler untuk teknologi hijau adalah bakteri.

Dia menambahkan, bakteri adalah makhluk kecil yang luar biasa yang dapat melakukan beberapa proses aneh sekaligus menakjubkan.

"Beberapa bakteri dapat mensintesis nanopartikel logam. Kami yakin mereka melakukan ini sebagai proses detoksifikasi. Pada dasarnya mereka menempel pada atom logam dan kemudian memuntahkannya sebagai nanopartikel," jelas Horsfall

Horsfall dan timnya kini telah mengambil limbah dari baterai elektronik dan mobil, melarutkannya, lalu menggunakan bakteri untuk menempel pada logam tertentu dalam limbah dan menyimpannya sebagai bahan kimia padat.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau