Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baterai Lithium-ion Bisa Jadi Sumber Pencemaran Kimia bagi Bumi

Kompas.com - 13/08/2024, 19:31 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber The Verge

KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkapkan baterai lithium-ion yang sering digunakan pada gawai, kendaraan listrik, dan untuk menyimpan energi terbarukan ternyata menjadi sumber pencemaran bagi Bumi.

Studi itu menyebut baterai bisa jadi sumber pencemaran bahan kimia yang kunjung hilang sehingga mencemari tanah dan saluran air.

Seperti dikutip dari The Verge, Selasa (13/8/2024) bahan kimia yang disebut tak kunjung hilang itu mencakup ribuan jenis zat perfluoroalkil dan polifluoroalkil (PFAS).

Selama beberapa dekade, zat-zat tersebut telah digunakan untuk membuat produk lebih tahan terhadap air, noda, dan panas.

Dan baru-baru ini, subkelas PFAS tertentu yang disebut bis-perfluoroalkil sulfonimida (bis-FASI) telah digunakan sebagai elektrolit dan pengikat dalam baterai lithium-ion.

Nah, menurut penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications, bis-FASI tersebut kini muncul di tanah, sedimen, air, dan salju di sekitar fasilitas manufaktur.

Peneliti juga menemukan bis-FASI dalam cairan yang keluar dari tempat pembuangan sampah.

Baca juga: Dukung Daur Ulang Baterai, BRIN Kembangkan Pabrik Percontohan

Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa baterai lithium-ion berpotensi menjadi vektor pencemaran kimia yang tak kunjung hilang.

Jika tidak diambil tindakan, masalah ini dapat berkembang. Pasalnya, makin banyak kehidupan manusia yang sepenuhnya menggunakan listrik.

"Hal ini jelas tidak dimaksudkan untuk menentang energi bersih atau berkelanjutan tetapi untuk menyoroti bagaimana risiko lingkungan dari benda-benda yang kita gunakan," ungkap Jennifer Guelfo, asisten profesor teknik lingkungan di Texas Tech University.

Penelitian baru ini, menurut Guelfo menjadi titik awal yang harapannya dapat mengarah pada lebih banyak perhatian terhadap senyawa yang muncul baik dalam energi bersih maupun elektronik konsumen.

Lebih lanjut, para ilmuwan sendiri masih berusaha memahami bagaimana paparan PFAS memengaruhi orang termasuk bis-FASI secara khusus karena lebih sedikit yang diketahui tentang zat itu.

Baca juga: Nickel Industries Berkomitmen Jadikan Indonesia Pusat Baterai Global

Penelitian tentang jenis PFAS yang lebih umum telah mengaitkan paparan tinggi dengan risiko lebih tinggi terhadap jenis kanker tertentu, kerusakan hati, kolesterol tinggi, dan masalah kesehatan reproduksi termasuk berat badan lahir bayi yang rendah.

Sementara, menurut penelitian baru tersebut, bis-FASI kemungkinan akan bertahan lama di lingkungan, tetapi berpotensi dibersihkan menggunakan metode serupa untuk menangani jenis bahan kimia abadi lainnya dalam air minum.

Kendati demikian, karena ada begitu banyak jenis PFAS membuat meningkatnya kekhawatiran tentang risiko yang ditimbulkannya. Terlebih lagi, baterai lithium-ion semakin diminati dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

“Saya berpendapat bahwa kita harus mengambil sikap proaktif dalam hal mengurangi pelepasan PFAS ke lingkungan daripada menunggu hingga kita melakukan penelitian toksikologi," papar Guelfo.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau