KOMPAS.com - Bulu ayam merupakan sumber limbah utama industri makanan, tetapi ternyata bagian tubuh unggas tersebut masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan hidrogen hijau.
Seperti halnya rambut dan kuku manusia, bulu ayam sebagian besar terdiri dari protein kuat yang disebut keratin.
Seperti halnya rambut dan kuku manusia, unggas pun menghasilkan banyak bulu selama hidup mereka.
Baca juga: Lewat Hidrogen Hijau, Indonesia Bisa Hasilkan Energi Terbarukan 3.687 GW
Mengutip Popular Science, Selasa (10/9/2024) setiap tahun, sekitar 40 juta metrik ton bulu ayam dibakar selama proses produksi unggas, melepaskan asap berbahaya seperti karbon dan sulfur dioksida.
Menemukan penggunaan baru untuk semua bulu tersebut dapat secara drastis mengurangi limbah makanan dan polusi
Ilmuwan dari ETH Zurich dan Nanyang Technological University Singapore (NTU) pun berhasil untuk memecahkan masalah tersebut.
Mereka mengubah bulu menjadi komponen penting dari sel bahan bakar hidrogen hijau.
Baca juga: Perusahaan Ini Luncurkan Pembangkit Listrik Bertenaga Hidrogen, Siap Dipesan Tahun depan
Peneliti mengembangkan metode untuk mengekstrak keratin bulu dan memintalnya menjadi serat tipis yang disebut fibril amiloid.
Dari sana, fibril ini dapat dipasang sebagai membran semipermeabel vital sel bahan bakar hidrogen.
Secara tradisional membran terdiri dari "bahan kimia abadi" yang sangat beracun, namun membran ini memungkinkan proton untuk melewatinya sambil menghalangi elektron.
Elektron yang terhalang kemudian dipaksa untuk bergerak melalui sirkuit eksternal dari anoda negatif ke katoda positif, sehingga menghasilkan listrik.
Baca juga: Kotoran Sapi Alternatif Hidrogen yang Berkelanjutan
“Dengan teknologi baru kami, teknologi ini tidak hanya menggantikan zat beracun, tetapi juga mencegah pelepasan CO2, sehingga mengurangi siklus jejak karbon secara keseluruhan.” ungkap Raffaele Mezzenga, seorang profesor makanan dan bahan lunak di ETH Zurich.
Lebih lanjut, peneliti menyebut membran yang berasal dari keratin ayam lebih murah untuk diproduksi daripada membran sel bahan bakar hidrogen sintetis yang ada.
Sehingga harapannya ada penghematan saat diproduksi massal.
Namun tentu saja butuh waktu supaya sel bahan bakar tersebut menjadi sumber energi terbarukan yang benar-benar layak.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya