Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejar PLTN 2032, Organisasi Pelaksana Energi Nuklir Nasional Dibentuk Tahun Ini

Kompas.com, 10 September 2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera membentuk organisasi pelaksana program energi nuklir nasional atau nuclear energy programme implementing organization (Nepio) tahun ini.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan, Nepio merupakan organisasi untuk melakukan pengawasan terhadap implementasi energi nuklir.

Dia menuturkan, pekan depan Kementerian ESDM akan menyambangi Kantor International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk menyatakan komitmen Indonesia membentuk Nepio.

Baca juga: Siap Kerja Sama, Rusia Tunggu Keputusan RI Kembangkan Energi Nuklir

"Nepio ini organisasi nuklir untuk implementasi bersifat non-binding, non-structure, karena bersifat organisasi," kata Eniya di Jakarta, Senin (9/9/2024) sebagaimana dilansir siaran pers Kementerian ESDM.

Dia mengatakan, pembentukan Nepio dilakukan karena dalam draf Kebijakan Energi Nasional (KEN) menargetkan Indonesia memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas 250 megawatt (MW) pada 2032.

Eniya menjelaskan, Nepio memiliki tugas melakukan identifikasi perencanaan, mengawal proses pembangunan, serta menyusun regulasi yang mengatur keamanan fasilitas, supaya bisa mengoptimalkan kinerja PLTN yang hendak dibangun.

Baca juga: RI Mau Bentuk Badan Organisasi Nuklir untuk Kawal Proyek PLTS

Dia menambahkan, Nepio merupakan organisasi yang dibutuhkan dalam pengembangan energi nuklir karena bisa mengikat presiden.

"Kalau pembangunannya pasti akan makan jangka waktu tidak satu periode kabinet, tapi dua periode. Setidaknya baru masuk on-grid (jaringan) tahun 2032, jadi masih sembilan tahun ke depan," ujar dia.

Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan EBTKE Kementerian ESDM Harris mengatakan, Indonesia berencana melakukan produksi uranium di dalam negeri.

Baca juga: BRIN Manfaatkan Teknologi Nuklir untuk Autentikasi dan Ketertelusuran Pangan

Namun pada pembangunan PLTN perdana tersebut uranium yang dipakai merupakan produk impor.

"Tetapi sampai kapan kita impornya itu tentu nanti tergantung dari bagaimana kita transfer knowledge-nya untuk bisa melakukan produksi uranium sendiri secara komersial di Indonesia," katanya.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan PLTN pertama Indonesia dapat beroperasi pada 2032 alias delapan tahun dari sekarang.

Baca juga: Kementerian ESDM: Penerimaan Masyarakat Tantangan Utama Energi Nuklir

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
LSM/Figur
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
Pemerintah
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Pemerintah
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Swasta
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Swasta
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Pemerintah
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Pemerintah
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Pemerintah
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
LSM/Figur
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
LSM/Figur
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pemerintah
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
LSM/Figur
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau