KOMPAS.com - Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) memprediksi, lapisan ozon dapat pulih sepenuhnya seperti tahun 1980 jika kebijakan saat ini tetap berlaku.
MWO memprediksi, lapisan ozon di Antarktika bisa pulih pada 2066, lapisan ozon di Artik dapat pulih pada 2045, dan sisanya dapat pulih tahun 2040.
Sebelumnya, dunia menyepakati Protokol Montreal untuk menghentikan penggunaan senyawa perusak ozon seperti klorofluorokarbon (CFC), hidroklorofluorokarbon (HCFC), dan halon.
Baca juga: Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023
Protokol Montreal ditandatangani pada 1987 sebagai tanggapan terhadap kesadaran bahwa banyak bahan kimia yang digunakan dalam aerosol, sistem pendingin udara, lemari es, dan pelarut industri, tersebut berdampak buruk terhadap ozon.
Kini, dunia semakin kuat dalam melindungi ozon melalui adopsi Amandemen Kigali yang mengatur ketentuan pengurangan konsumsi hidrofluorokarbon (HFC).
HFC bukan zat perusak ozon namun termasuk gas rumah kaca (GRK) yang kuat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, berbagai langkah perlindungan lebih lanjut sangat penting.
Baca juga: Bahan Perusak Ozon Dilarang, Pengurangan Emisi Ditarget Lebih Tinggi
"Amandemen Kigali Protokol, yang berfokus pada pengurangan bertahap HFC, dapat berkontribusi untuk memajukan upaya mitigasi iklim, melindungi manusia dan planet," kata Guterres.
Ketua Kelompok Penasihat Ilmiah WMO tentang Radiasi Ozon dan Sinar UV Matt Tully mengatakan, Program Pengawasan Atmosfer Global (GAW) terus memberikan dukungan penting bagi ilmu ozon melalui pengamatan, analisis, pemodelan, pengelolaan data, dan pengembangan kapasitas.
"Banyak faktor yang akan memengaruhi pemulihan ozon yang diharapkan, yang harus diukur dan dipahami sepenuhnya," kata Tully dikutip dari siaran pers, Senin (16/9/2024).
WMO menyatakan bahwa total kolom ozon pada 2023 sesuai dengan harapan, karena dimulainya penurunan klorin dan bromin yang merusak ozon di stratosfer.
Baca juga: Ozon Bisa Jadi Solusi Kurangi Sampah Makanan di Indonesia
Badan tersebut juga merinci perubahan positif pada lubang ozon Antartika.
Akan tetapi, ditemukan bahwa berbagai peristiwa atmosfer dapat berdampak besar terhadap kondisi ozon secara berkala.
WMO mengatakan para ilmuwan masih memiliki beberapa kesenjangan dalam memahami variabel-variabel ini.
Badan tersebut akan terus memantau lapisan ozon secara ketat untuk menjelaskan setiap perubahan yang tidak terduga.
Baca juga: SIG Operasikan Pemusnah Bahan Perusak Ozon Pertama di Asia Tenggara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya