KOMPAS.com – Penerapan ozon pada hasil panen bisa menjadi salah satu solusi dalam mengurangi sampah makanan atau food loss di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Analis Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ahli Madya dari Pusat Riset Mekatronika Cerdas (PRMC), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Anto Tri Sugiarto dalam webinar pada Kamis (23/11/2022).
Food loss merupakan sampah yang berasal dari bahan pangan seperti sayuran, buah-buahan, atau makanan yang masih mentah namun sudah tidak bisa diolah menjadi makanan dan terbuang begitu saja.
Baca juga: Tidak Hanya Irit, Kebiasaan Bawa Bekal Ternyata Juga Bisa Kurangi Sampah Makanan
Indonesia termasuk negara dengan sampah makanan terbanyak. Diperkirakan, ada 300 kilogram food loss per orang per tahun.
“Ini suatu kondisi yang menurut saya sangat miris. Di satu sisi produksi pertaniannya sangat tinggi tapi di sisi lain banyak membuang produk pertanian yang mengakibatkan kita impor jadinya,” ujar Anto, dikutip dari situs web BRIN.
Dia menuturkan, salah satu penyebab food loss adalah adanya mikroba yang mengakibatkan hasil pertanian menjadi tidak bertahan lama.
Oleh karena itu, ozon bisa diaplikasikan untuk mengawetkan makanan sehingga berpotensi meminimalisasi food loss.
Baca juga: Jadi Penyumbang Terbesar, Yuk Bantu Kurangi Sampah Makanan dengan 4 Tip Ini
Dalam perkembangan teknologi pengawetan, kata Anto, penerapan ozon termasuk kedalam teknologi sterlilisasi non-thermal yang dianggap bisa menjadi solusi untuk mengurangi food loss terutama pascapanen.
Aplikasi ozon yang berupa gas maupun cair bisa membunuh mikroba, virus, jamur dan bakteri yang lebih baik dari ultraviolet sehingga hasil pertanian bisa disimpan lebih lama.
Anto mencontohkan salah satu produk yang umum dipasaran yang bisa memproduksi ozon yaitu ozon generator.
“Melalui ozon generator, tiap udara yang mengandung oksigen kemudian oksigennya terpapar oleh lecutan elektron sehingga berubah menjadi ozon,” jelas Anto.
Baca juga: Setiap Tahun, 1,3 Miliar Ton Makanan Terbuang Sia-sia
Alasan ozon dapat membantu proses sterilisasi non-thermal adalah karena gas ini merupakan salah satu desinfektan atau sterilisasi yang cukup kuat karena memiliki oksidasi potensial 2.
“Jadi ozon hampir dua kalinya kaporit dalam hal ini,” terang Anto.
Di satu sisi, pemanfaatan ozon untuk pengawetan komoditas pertanian pascapanen harus tetap memperhatikan dosis dan keamanannya.
“WHO menyampaikan seseorang bisa bekerja dalam satu ruangan selama 8 jam apabila konsentrasi gas ozon dibawah 0,1 ppm, namun jika ditingkatkan hingga 1 ppm hanya boleh berada diruangan 1,5 jam," sebutnya.
Anto mengingatkan, bila ambang batas tersebut dilanggar, akan berdampak buruk terhadap kesehatan yang ditandai batuk-batuk dan pusing.
Baca juga: Makanan Sumbang Sepertiga Emisi GRK Dunia, Ini Cara Menurunkannya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya