Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Habiskan 2,6 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Subsidi Aktivitas yang Sebabkan Pemanasan Global

Kompas.com - 20/09/2024, 18:14 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Penelitian dari Earth Track menemukan dunia menghabiskan sedikitnya 2,6 triliun dollar AS per tahun untuk subsidi berbagai kegiatan yang mendorong pemanasan global dan merusak alam.

Analisis baru itu menyebut negara-negara di dunia terus memberikan kucuran dana miliaran dolar dalam bentuk keringanan pajak, subsidi, dan pengeluaran lain yang secara langsung bertentangan dengan tujuan perjanjian iklim Paris 2015 dan perjanjian Kunming-Montreal 2022.

Hal ini artinya menurut Earth Track negara-negara memberikan dukungan langsung untuk penggundulan hutan, polusi air, dan konsumsi bahan bakar fosil.

Baca juga: Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Contohnya termasuk dukungan negara untuk kapal penangkap ikan besar yang mendorong penangkapan ikan berlebihan, dan kebijakan pemerintah yang menyubsidi bensin, pupuk sintetis, dan produksi tanaman monokultur.

 

Kenaikan Jumlah Subsidi

Mengutip Guardian, Jumat (20/9/2024) laporan ini mengungkapkan juga bahwa total subsidi tahunan yang merusak lingkungan telah meningkat lebih dari 800 miliar dollar AS sejak laporan sebelumnya yang diterbitkan tahun 2022.

Christiana Figueres, yang menjabat sebagai kepala perubahan iklim PBB selama negosiasi perjanjian Paris, mengatakan subsidi yang merusak lingkungan merupakan masalah krusial dan pemerintah sangat perlu menyediakan koherensi kebijakan tentang lingkungan.

"Kita terus membiayai kepunahan kita sendiri yang menempatkan manusia dan ketahanan kita pada risiko yang sangat besar," katanya.

Penulis laporan yang merupakan ahli terkemuka dalam subsidi juga mengatakan sebagian besar dari 2,6 triliun dollar AS ini setara dengan sekitar 2,5 persen dari PDB Global.

Baca juga: Bank Dunia Ingatkan Indonesia Berpotensi Hadapi Masalah Ketahanan Pangan

Jumlah tersebut dapat digunakan kembali untuk kebijakan yang menguntungkan masyarakat dan alam.

Lebih lanjut, perhitungan para peneliti di laporan ini mungkin kurang tepat karena kurangnya data yang berkualitas.

Kendati demikian, mereka menyebut pemerintah di dunia tidak menyadari sejauh mana sebenarnya subsidi yang merusak lingkungan, meski berjanji untuk mengidentifikasinya pada tahun 2025.

"Subsidi yang merusak lingkungan adalah subsidi yang diberikan pemerintah dalam berbagai bentuk yang mengakibatkan percepatan ekstraksi sumber daya alam, kerusakan habitat alam, dan polusi," jelas Dough Koplow, salah satu penulis dalam laporan ini.

Baca juga: Gletser Marmolada Italia Diprediksi Hilang 2040 karena Pemanasan Global

"Masalah dari subsidi ini adalah karena tidak tepat sasaran. Pemerintah menghabiskan lebih banyak uang untuk subsidi bahan bakar daripada pendidikan atau kesehatan," kata Koplow lagi.

Eva Zabey, CEO Business for Nature, mengatakan tindakan terhadap subsidi yang merusak lingkungan sangat penting bagi keberhasilan perjanjian keanekaragaman hayati PBB dekade ini.

"Ini tentang transformasi sistem yang didukung oleh penilaian terhadap alam dalam pengambilan keputusan. Kita memiliki lingkaran setan, semakin banyak orang bergantung pada subsidi ini, semakin banyak pula subsidi yang akan tetap ada dan kita tidak akan beralih," tambahnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

Pemerintah
Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

LSM/Figur
Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau