Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspor Tambang Pasir Laut Berdampak Buruk pada Ekonomi Keluarga di Pesisir

Kompas.com, 20 September 2024, 15:40 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan ekspor pasir laut di wilayah Indonesia yang disahkan baru-baru ini, dinilai akan memberikan dampak besar bagi perempuan pesisir. 

Seorang perempuan nelayan, Sarinah, yang tinggal di Kodingareng, Makassar, Sulawesi Selatan, mengaku merasakan dampak sosial dan ekologis akibat penambangan pasir.

Padahal, kata dia, penambangan sudah terjadi bertahun-tahun lalu, sejak sebelum Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2024 tentang ekspor pasir laut disahkan. 

Jika yang lalu saja masih rusak, bagaimana dengan kondisi yang akan datang akibat ekspor pasir laut benar-benar dibuka? 

"Dampaknya masih sangat terasa di mana-mana, terutama di perekonomiannya, masalah abrasinya juga. Sejak penambangan itu, lautnya sudah rusak, otomatis ikannya sudah tidak ada lagi. Itu menjadi kerugian yang paling besar bagi warga Kodingareng," ujar Sarinah dalam konferensi pers yang dipantau daring, Kamis (19/9/2024). 

Baca juga:

Menurutnya, sebelum ada penambangan, kehidupan warga Kodingareng termasuk cukup sejahtera. Namun, saat ini, sekitar 50 persen penduduk berprofesi sebagai nelayan semakin sulit mendapatkan pemasukan. 

Lebih lanjut, Sarinah mengatakan hal ini berdampak besar bagi perempuan pesisir, terutama istri nelayan. 

Sebab, jika laki-laki fokus mencari nafkah namun pemasukannya berkurang, para perempuan inilah yang akan berupaya mencari tambahan penghasilan. Di samping harus memenuhi kebutuhan rumah tangga sang suami dan anak. 

"Untuk kebutuhan anak sekolah. Otomatis kita cari jalan lain. Berbagai cara dilakukan, terutama untuk perempuan Kodingareng, dia membantu perekonomiannya dengan cara menjual kue-kue," imbuhnya. 

Sampai saat ini, kata Sarinah, wilayah pesisir yang telah dikeruk belum mendapat pemulihan. Sehingga, mau tak mau, banyak yang beralih profesi selain sebagai nelayan. 

Perempuan yang Menanggung

Senada, nelayan sekaligus Ketua Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) Surabaya, Jihan, mengatakan bahwa perempuan merupakan kelompok rentan yang paling terdampak. 

"Dari segi kekurangan ekonomi, ya (perempuan) yang paling pertama merasakan. Kadang kayak nelayannya itu nggak mau tahu nih, karena kan uang yang mengelola itu perempuan," tuturnya. 

"Taunya kalau misalkan butuh rokok, butuh bahan bakar, uang nggak mencukupi ya mereka nggak tahu. Yang tahu, yang merasakan ini, yang pusing perempuan lagi. Akhirnya banyaklah rentenir-rentenir yang yang mencoba untuk menawarkan hutang-hutang," sambung Jihan. 

Baca juga:

Menurutnya, dampak dari penambangan dan reklamasi di daerah pesisir Surabaya, tidak hanya menyebabkan abrasi maupun kerusakan. 

Sebab, pasir yang tersedot akibat penambangan, menyebabkan lumpur semakin tinggi dan menganggu aktivitas nelayan. Dari sebelumnya nelayan bisa memarkirkan kapal di dekat permukiman atau bibir pantai, saat ini harus semakin jauh. 

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Pemerintah
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Inovasi Keimigrasian di KEK Gresik, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Hijau dan Iklim Investasi Indonesia
Pemerintah
Pendidikan dan Digitalisasi Jadi Motor Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah
Pendidikan dan Digitalisasi Jadi Motor Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah
Pemerintah
Climate Policy: Pangkas Emisi Tak Cukup dengan Jualan Karbon
Climate Policy: Pangkas Emisi Tak Cukup dengan Jualan Karbon
LSM/Figur
COP30: Peta Jalan untuk Hentikan Iklan Bahan Bakar Fosil Disepakati
COP30: Peta Jalan untuk Hentikan Iklan Bahan Bakar Fosil Disepakati
Pemerintah
Ciptakan Lingkungan Kerja yang Bahagiakan Pegawainya, PLN Raih Sertifikasi Great Place to Work 2025
Ciptakan Lingkungan Kerja yang Bahagiakan Pegawainya, PLN Raih Sertifikasi Great Place to Work 2025
BUMN
Perusahaan Terbesar Dunia Lanjutkan Target Nol-Bersih Usai Sempat Berhenti
Perusahaan Terbesar Dunia Lanjutkan Target Nol-Bersih Usai Sempat Berhenti
Swasta
Hadapi 'Triple Planetary Crisis', Uni Eropa Gandeng ASEAN Lestarikan Hutan Mangrove
Hadapi "Triple Planetary Crisis", Uni Eropa Gandeng ASEAN Lestarikan Hutan Mangrove
LSM/Figur
Permintaan AC Diprediksi Meningkat Tiga Kali Lipat pada Tahun 2050
Permintaan AC Diprediksi Meningkat Tiga Kali Lipat pada Tahun 2050
LSM/Figur
Bappenas Ingatkan Dampak Ekspansi Sawit yang Terlalu Cepat dan Kesampingkan Keberlanjutan
Bappenas Ingatkan Dampak Ekspansi Sawit yang Terlalu Cepat dan Kesampingkan Keberlanjutan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau