JAKARTA, KOMPAS.com – “Water is the driving force of all nature.” Demikian ungkapan Leonardo da Vinci yang menegaskan vitalnya air dalam kehidupan.
Sebagai sumber utama kehidupan, air memiliki peran yang begitu besar—mulai dari air minum, sanitasi, hingga penjaga keseimbangan ekosistem. Tak heran, seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, berupaya untuk menjaga ketahanan air demi keberlanjutan hidup.
Bahkan, salah satu komitmen global tersebut terlihat pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Air Bersih dan Sanitasi Layak menjadi poin keenam dalam daftar tujuan tersebut.
Namun, seiring pertumbuhan populasi dan perubahan iklim, air bersih kini menjadi sumber daya yang semakin langka.
Dibandingkan dengan dekade 1960-an, kebutuhan (demand) air secara global telah meningkat dua kali lipat. Angka ini diperkirakan terus melonjak dan memicu potensi krisis air di masa depan.
Sebagai negara yang kaya akan sumber daya air, Indonesia masih relatif aman dalam hal ancaman krisis air.
Menurut Aqueduct Water Risk Atlas yang dirilis World Resources Institute (WRI) pada 2023, tingkat tekanan penggunaan air Indonesia masih masuk ke kategori sedang-tinggi (medium-high). Tingkat risiko ini masih relatif setara dengan yang dialami beberapa negara besar, seperti China, Australia, Amerika Serikat, dan Prancis.
Meski demikian, potensi risiko tetap ada, terutama di wilayah padat penduduk.
Baca juga: Permukaan Air Laut di Asia Diperkirakan Naik Lebih Cepat
Di Pulau Jawa, misalnya, risiko krisis air masuk ke kategori “sangat tinggi”. Risiko ini bahkan lebih tinggi ketimbang beberapa wilayah lain, seperti Maluku dan Kalimantan.
Salah satu tantangan utama dalam menjaga ketahanan air di Indonesia tidak hanya datang dari ketersediaan, tetapi juga kualitas dan distribusi.
Polusi air akibat limbah industri, pertanian, dan rumah tangga telah mencemari sumber-sumber air bersih. Bahan kimia berbahaya dan pestisida dari pertanian yang meresap ke dalam sungai dan danau turut menciptakan ancaman serius bagi kesehatan manusia dan ekosistem.
Distribusi air juga menjadi masalah. Kebutuhan air di kota-kota besar terus meningkat, sedangkan akses terhadap air bersih di daerah pedesaan masih terbatas. Ketimpangan ini memicu permasalahan sosial dan ekonomi, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada pertanian.
Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan permasalahan sosial dan ekonomi, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada pertanian dan sumber daya alam.
Tantangan berikutnya adalah perubahan iklim yang membawa dampak signifikan terhadap siklus hidrologi.
Pola cuaca yang tidak menentu, termasuk curah hujan yang ekstrem, menyebabkan banjir di beberapa wilayah. Di sisi lain, kekeringan justru melanda. Fenomena ini mengganggu keberlanjutan sumber daya air (SDA) serta meningkatkan risiko bencana alam.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya