JAKARTA, KOMPAS.com - Para delegasi yang hadir dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-5 Forum Regional Asia Pasifik tentang Kesehatan dan Lingkungan (The Asia-Pacific Regional Forum On Health And Environment/APRFHE) 24-26 September 2024 menyampaikan Deklarasi Jakarta sebagai komitmen bersama untuk pembangunan berkelanjutan.
Deklarasi ini akan menjadi kerangka kerja bagi kolaborasi antar negara anggota APRFHE, dengan tujuan mempromosikan kesehatan dan lingkungan yang lebih baik serta pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengatakan, Deklarasi Jakarta diharapkan menjadi kerangka kerja untuk kolaborasi antar negara, mempromosikan kesehatan dan lingkungan lebih baik.
Baca juga: Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024
"Dengan Deklarasi Jakarta, kita berharap menciptakan fondasi yang kokoh untuk pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia Pasifik,” ujar Alue dalam pernyataannya, Sabtu (28/9/2024).
Ia juga berharap, melalui kerja sama dan peningkatan kapasitas institusional, Indonesia bersama negara-negara anggota APRFHE dapat menghadapi tantangan lingkungan dan kesehatan di kawasan ini secara kolektif.
Alue turut menyampaikan pencapaian Indonesia selama satu dekade terakhir. Salah satu pencapaian terbesar adalah penanganan kebakaran hutan dan lahan.
Pada 2015, Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan terbesar dalam sejarah, dengan 2,6 juta hektar terdampak.
“Namun pada 2023, melalui penguatan sistem peringatan dini, penggunaan teknik modifikasi cuaca dan peningkatan partisipasi masyarakat, area terdampak berhasil dikurangi hingga 1,16 juta hektar,” kata Alue.
Selain itu, tambah dia, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Indonesia meningkat dari skor 68,23 (kategori sedang) pada tahun 2015 menjadi 72,54 (kategori baik) pada 2023.
Baca juga: Dukung Pembangunan Berkelanjutan, Ini Manfaat dan Contoh Adaptasi SDGs di Sektor Swasta
“Perbaikan ini menandakan peningkatan signifikan dalam kualitas air, tanah, udara, dan lingkungan laut di seluruh negeri,” terang Alue.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 1,229 juta ton CO2e yang sebagian besar berasal dari sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan (FoLU).
Melalui program FoLU Net Sink 2030, Indonesia berharap dapat mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 dengan memperkuat perannya dalam memerangi perubahan iklim di tingkat global.
“Indonesia memainkan peran kunci dalam memerangi perubahan iklim dengan memanfaatkan sumber daya alam dan memimpin upaya adaptasi iklim regional”, ungkap Alue.
Dalam konteks adaptasi iklim dan kesehatan publik, menurutnya, Indonesia juga menonjol sebagai pemimpin regional.
Baca juga: Pemerintah Luncurkan Indeks Desa demi Pemerataan Pembangunan
Indonesia bersama 148 negara lainnya menandatangani Deklarasi COP28 tentang iklim dan kesehatan yang menekankan pentingnya meningkatkan sistem kesehatan yang adaptif terhadap penyakit yang dipengaruhi oleh perubahan iklim, serta pengembangan layanan informasi kesehatan terkait iklim.
“Hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mengintegrasikan kesehatan publik ke dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, memastikan bahwa bangsa ini siap menghadapi tantangan masa depan,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya