Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Orang Remehkan Jejak Karbon Orang Kaya

Kompas.com - 30/09/2024, 21:28 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini mengungkapkan bahwa mayoritas orang meremehkan jejak karbon dari masyarakat golongan kaya dan melebih-lebihkan jejak karbon masyarakat golongan miskin.

Temuan ini mengungkap mengenai adanya kesalahpahaman mengenai emisi karbon pribadi yang dihasilkan.

"Sebagian besar orang, termasuk dari golongan kaya tidak menyadari ketidaksetaraan yang mendalam mengenai jejak karbon pribadi di negara mereka," ungkap Kristian Nielsen, peneliti perubahan iklim di Copenhagen Business School, Denmark seperti dikutip dari Eco-Business, Senin (30/9/2024).

Hal ini terjadi karena banyak orang memiliki pemahaman yang terbatas tentang jejak karbon, produk dan layanan mana yang paling signifikan memengaruhi jejak karbon seseorang, dan secara spesifik gaya hidup orang yang lebih kaya.

Baca juga: KPMG: CEO Perusahaan Global Hadapi Hambatan untuk Penuhi Target Nol Emisi

Jejak Karbon Individu

Jejak karbon sering digunakan untuk mewakili dampak lingkungan. Pada tingkat individu, itu merupakan ukuran seberapa banyak CO2 yang dihasilkan seseorang melalui aktivitas harian mereka.

Itu termasuk mulai dari moda transportasi hingga makanan dan pakaian yang mereka beli.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa jejak karbon pribadi rata-rata sangat bervariasi baik antarnegara maupun di dalam negara.

Di India misalnya, 50 persen orang dengan pendapatan terbawah memiliki jejak karbon pribadi rata-rata 1 metrik ton setara CO2 (tCO2e) per tahun, sedangkan untuk 1 persen pendapatan teratas, sekitar 32,4 ton, catat penelitian tersebut.

Di AS, jejak karbon tahunan berkisar antara 9,7 ton untuk 50 persen penerima pendapatan terbawah hingga 269,3 ton untuk 1 persen teratas.

Untuk mengetahui apakah orang-orang menyadari ketidaksetaraan tersebut, para peneliti menyurvei 4.000 orang dari Denmark, India, AS, dan Nigeria.

Di keempat negara, sebagian besar peserta secara signifikan meremehkan jejak karbon rata-rata untuk orang dengan pendapatan teratas dan melebih-lebihkan jejak karbon yang dihasilkan oleh masyarakat pendapatan rendah.

Baca juga: Riset: Mengurangi Kecepatan Pesawat Bisa Turunkan Emisi Karbon

Memahami persepsi ini penting karena orang kaya sering kali memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap iklim. Mereka tidak hanya mengonsumsi dan mengeluarkan paling banyak, tetapi juga memengaruhi kebijakan iklim.

"Karena pengaruh finansial dan politik mereka yang lebih besar, sebagian besar kebijakan iklim mencerminkan kepentingan orang-orang terkaya di masyarakat dan jarang melibatkan perubahan mendasar pada gaya hidup atau status sosial mereka," kata Ramit Debnath, peneliti di Universitas Cambridge, Inggris.

Persepsi yang menyimpang dari para peserta juga menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran tentang ketimpangan jejak karbon.

"Ketimpangan ini terlalu sedikit muncul dalam diskusi publik tentang siapa yang paling berkontribusi terhadap penyebab perubahan iklim," tambah Nielsen.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kombinasi Panel Surya Atap dan Baterai EV Penuhi 85 Persen Listrik Jepang
Kombinasi Panel Surya Atap dan Baterai EV Penuhi 85 Persen Listrik Jepang
Swasta
'Sun Life Volunteer Day' Berikan Edukasi dan Akses Olahraga untuk Generasi Sehat Indonesia
"Sun Life Volunteer Day" Berikan Edukasi dan Akses Olahraga untuk Generasi Sehat Indonesia
Swasta
Agroforestri Efektif Jaga Biodiversitas Hutan Tropis, Gambut, Pesisir
Agroforestri Efektif Jaga Biodiversitas Hutan Tropis, Gambut, Pesisir
LSM/Figur
Di Barcelona, Indonesia Kenalkan Tuna Ramah Lingkungan pada Dunia
Di Barcelona, Indonesia Kenalkan Tuna Ramah Lingkungan pada Dunia
Pemerintah
Pekerja Disabilitas Baru 0,53 Persen, Silang.id Minta Industri Inklusif
Pekerja Disabilitas Baru 0,53 Persen, Silang.id Minta Industri Inklusif
Swasta
KG Media Sabet Dua Penghargaan Global INMA Awards 2025, Inovasi Berbasis Nilai dan Keberlanjutan Mendunia
KG Media Sabet Dua Penghargaan Global INMA Awards 2025, Inovasi Berbasis Nilai dan Keberlanjutan Mendunia
Swasta
Subsidi 6 Sektor Strategis Picu Masalah Lingkungan, Perlu Transparansi
Subsidi 6 Sektor Strategis Picu Masalah Lingkungan, Perlu Transparansi
Pemerintah
Buang Sampah Sembarangan, DLH Cianjur Terapkan Sanksi Rp 500.000
Buang Sampah Sembarangan, DLH Cianjur Terapkan Sanksi Rp 500.000
Pemerintah
Perubahan Iklim Bikin Anggur Cepat Matang, Punya Gula Lebih Tinggi
Perubahan Iklim Bikin Anggur Cepat Matang, Punya Gula Lebih Tinggi
LSM/Figur
Gelombang Panas Hantam Laut Inggris dan Irlandia, Apa Dampaknya?
Gelombang Panas Hantam Laut Inggris dan Irlandia, Apa Dampaknya?
Swasta
RI-Brasil Kerja Sama Kembangkan Bioenergi hingga Industri Dirgantara
RI-Brasil Kerja Sama Kembangkan Bioenergi hingga Industri Dirgantara
Pemerintah
Permukaan Laut Tetap Naik meski Pemanasan Global Dibatasi 1,5 Derajat C
Permukaan Laut Tetap Naik meski Pemanasan Global Dibatasi 1,5 Derajat C
Pemerintah
Profesor IPB Sebut Bakteri Pereduksi Nitrat Mampu Turunkan Emisi GRK
Profesor IPB Sebut Bakteri Pereduksi Nitrat Mampu Turunkan Emisi GRK
LSM/Figur
Singa Asia di India Naik Jadi 891 Ekor, Bukti Kesuksesan Konservasi
Singa Asia di India Naik Jadi 891 Ekor, Bukti Kesuksesan Konservasi
Pemerintah
'Destination Zero Waste Bali', Inisiatif Kolaboratif Kurangi Sampah Plastik di Industri Perhotelan
"Destination Zero Waste Bali", Inisiatif Kolaboratif Kurangi Sampah Plastik di Industri Perhotelan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau