Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Kompas.com - 11/10/2024, 19:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Sebuah studi baru mengungkap bahwa perubahan iklim ternyata dapat memengaruhi distribusi dan akumulasi elemen logam beracun seperti timbal, merkuri, arsenik, dan kadmium di lautan.

Jika dibiarkan hal tersebut dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan hewan.

Dikutip dari Phys, Jumat (11/10/2024) laut yang menghangat dan menjadi lebih asam menjadi dampak perubahan iklim yang sudah diketahui. Tetapi yang kurang dipelajari adalah bagaimana perubahan itu memengaruhi kontaminan di laut.

"Kami ingin memahami bagaimana elemen logam beracun dipengaruhi oleh perubahan iklim," jelas Dr. Rebecca Zitoun, ahli kimia kelautan di GEOMAR Helmholtz Center for Ocean Research Kiel.

Baca juga: Ahli Temukan Jamur Pemakan Plastik, Bisakah Bersihkan Lautan Dunia?

Untuk itu peneliti pun menganalisis sumber logam beracun yang disebabkan oleh manusia maupun alami.

Sumber Logam Beracun

Logam beracun seperti timbal, merkuri, arsenik, dan kadmium secara alami ada dalam jumlah kecil di laut pesisir.

Akan tetapi logam tersebut jumlahnya makin bertambah di lautan karena aktivitas manusia seperti industri dan pertanian.

"Aktivitas manusia telah meningkatkan aliran global logam beracun seperti timbal hingga sepuluh kali lipat dan merkuri hingga tiga hingga tujuh kali lipat dibandingkan dengan tingkat pra-industri," kata Dr. Sylvia Sander, Profesor Sumber Daya Mineral Laut di GEOMAR

Elemen beracun seperti perak pun semakin terdeteksi di perairan pesisir, yang berasal dari pembakaran batu bara dan meningkatnya penggunaan nanopartikel perak dalam produk antibakteri.

Selain itu, pengiriman dan penggunaan plastik berkontribusi terhadap penyebaran logam berat.

Plastik dapat mengikat logam seperti tembaga, seng, dan timbal dari air. Kontaminan yang terikat ini juga dapat memasuki rantai makanan.

Baca juga: Antarktika Semakin Menghijau karena Perubahan Iklim

Dalam studi baru ini, peneliti kemudian menemukan bahwa perubahan iklim yang menyebabkan peristiwa seperti meningkatnya suhu laut, pengasaman laut, dan penipisan oksigen ternyata memengaruhi logam berat di lautan, menggerakkan dan meningkatkan aliran kontaminan.

Dampaknya bagi Manusia

Beberapa dampak yang ditemui peneliti adalah meningkatnya kadar merkuri di perairan Arktik dan erosi pantai yang melepaskan lebih banyak merkuri dari sumber alami.

Hal ini menimbulkan ancaman khusus bagi masyarakat yang bergantung pada penangkapan ikan tradisional, karena logam berat dapat terakumulasi dalam rantai makanan dan berakhir di piring kita melalui konsumsi ikan yang terkontaminasi.

Contoh lainnya lagi adalah saat oksigen makin menipis, terutama di zona pesisir dan di dasar laut, meningkatkan efek racun dari unsur-unsur logam.

Baca juga: Sederet Manfaat Mangrove: Untungkan Manusia hingga Atasi Perubahan Iklim

Hal tersebut menekan organisme yang hidup langsung di dalam atau di dasar laut, seperti kerang, kepiting, dan krustasea lainnya.

Namun, penelitian tersebut juga mengungkap bahwa masih belum ada data yang cukup tentang bagaimana perubahan iklim memengaruhi kontaminan di lautan.

Kelompok kerja tersebut menyerukan peningkatan penelitian terhadap kontaminan baru dan yang belum banyak diteliti.

Termasuk menyiapkan undang-undang yang disesuaikan untuk meningkatkan pengendalian terhadap dampak kontaminan di laut.

"Untuk lebih memahami dampak pada ekosistem dan kesehatan manusia, kita perlu menutup kesenjangan pengetahuan tentang interaksi antara polutan dan perubahan iklim serta mengembangkan metode standar yang menyediakan data yang dapat dibandingkan secara global," ungkap Zitoun.

Ini merupakan langkah penting menuju penguatan perlindungan laut dan pengembangan solusi berkelanjutan untuk wilayah pesisir yang rentan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Pemerintah
Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemerintah
Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Pemerintah
IEEFA Sebut 'Power Wheeling' Bisa Dorong Investasi Hijau

IEEFA Sebut "Power Wheeling" Bisa Dorong Investasi Hijau

LSM/Figur
Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Pemerintah
Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau