Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 14 Oktober 2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira mengatakan, Indonesia sudah saatnya menerapkan ekonomi restoratif.

Pendekatan tersebut perlu dilakukan dalam upaya memberikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan lingkungan.

"Sudah saatnya Indonesia menemukan kekuatannya sendiri, tanpa mengikuti model ekonomi mainstream," kata Bhima dalam diskusi bertajuk Ekonomi Era Krisis Iklim dan peluncuran buku Saatnya Ekonomi Restoratif. 

Baca juga: Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

Bhima dalam mengatakan, model ekonomi Indonesia yang terbukti berhasil tahan terhadap krisis, seperti krisis moneter 1998 dan pandemi Covid-19, adalah ekonomi yang tumbuh dari masyarakat lokal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Itulah wujud ekonomi yang tak hanya memeratakan kesejahteraan, tapi juga memulihkan alam karena menghindar dari upaya-upaya ekstraksi besar-besaran seperti penambangan dan perkebunan monokultur yang masif.

Celios sendiri mendefinisikan ekonomi restoratif sebagai model ekonomi yang bertujuan memulihkan ekosistem terdegradasi untuk mendapatkan kembali fungsi ekologis dan menyediakan barang serta jasa yang bernilai bagi masyarakat.

"Kalau pemerintah tidak akui ini model ekonomi yang Indonesia banget dan terbukti, inilah kerugian kita," ucap Bhima, sebagaimana dilansir Antara, Jumat (11/10/2024).

Baca juga: Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Diskusi ini merupakan kolaborasi antara Celios, platform LaporIklim, radio jaringan KBR, sejumlah penulis independen dan beberapa lembaga pendukung, yakni Econusa, Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Koalisi Ekonomi Membumi, Traction Energi Asia, Iklimku.org, dan Yayasan Bambu Lestari.

Dalam kesempatan tersebut, Bhima turut mempertanyakan model ekonomi ekstraktif yang dianggap solutif oleh sebagian pihak.

Menurut hasil penelitian Celios, desa yang memiliki basis pendapatan ekstraktif dari penambangan misalnya, cenderung susah mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Lebih parah lagi, ketergantungan pada komoditas seperti nikel dan batu bara, yang harganya fluktuatif dan cenderung terus menurun, membuat ekonomi Indonesia rentan dikendalikan oleh eksternal.

Baca juga: Konservasi Lingkungan Berpotensi Tingkatkan 10 Persen Populasi Ikan di Terumbu Karang

Bhima menilai, ekonomi ekstraktif tidak hanya destruktif, tetapi juga merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.

Pengamat ekonomi Harryadin Mahardika menjelaskan, Indonesia masih menghadapi dilema dalam memilih model ekonomi.

Indonesia ingin industrialisasi, tetapi kenyataannya tidak mudah karena sudah tertinggal dari efisiensi industri China, India, atau Vietnam.

Karena itu, Indonesia saat ini tampak mengejar kekayaan dengan strategi ekstraksi sumber daya dan hilirisasi.

Baca juga: Konservasi Lingkungan Berpotensi Tingkatkan 10 Persen Populasi Ikan di Terumbu Karang

Menurut dia, ini adalah langkah pragmatis tapi realistis dari pemerintahan Presiden Joko Widodo yang segera berlalu.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Walhi Ully Artha Siagian menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, ekonomi, dan lingkungan.

Untuk membangun ekonomi restoratif dan ekonomi nusantara yang berkelanjutan, Ully menekankan perlunya mengkritisi model ekonomi ekstraktif dan kapitalistik yang berlaku saat ini.

Berdasarkan riset Walhi tahun 2019-2020, ekonomi masyarakat tetap kuat ketika lingkungannya terjaga, termasuk di kawasan gambut, dataran tinggi, dan pesisir.

Baca juga: Produsen Farmasi di Cikampek Luncurkan Cairan Infus Ramah Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Inisiatif Food Waste Breakthrough: Target Potong Setengah Sampah Makanan Kota
Inisiatif Food Waste Breakthrough: Target Potong Setengah Sampah Makanan Kota
Swasta
Telkom University–Cyberport Hong Kong Resmi Bersinergi Dorong Inovasi Digital Global
Telkom University–Cyberport Hong Kong Resmi Bersinergi Dorong Inovasi Digital Global
Swasta
Perlu 1 Miliar Hektar untuk Penuhi Janji Iklim
Perlu 1 Miliar Hektar untuk Penuhi Janji Iklim
LSM/Figur
CDP: Bisnis Proyeksikan Kerugian 420 Miliar Dolar AS Akibat Risiko Cuaca Ekstrem
CDP: Bisnis Proyeksikan Kerugian 420 Miliar Dolar AS Akibat Risiko Cuaca Ekstrem
Swasta
Muhammadiyah Luncurkan Pesantren Eco-Saintek, yang Integrasi Pendidikan dan Lingkungan
Muhammadiyah Luncurkan Pesantren Eco-Saintek, yang Integrasi Pendidikan dan Lingkungan
LSM/Figur
Krisis Nutrisi akibat Iklim: Tanaman Makin Berkalori, Kita Makin Rentan
Krisis Nutrisi akibat Iklim: Tanaman Makin Berkalori, Kita Makin Rentan
LSM/Figur
Saat Kebun Harus Beradaptasi
Saat Kebun Harus Beradaptasi
Pemerintah
Empat Miskonsepsi Besar Soal Nikel dan Kendaraan Listrik di Indonesia
Empat Miskonsepsi Besar Soal Nikel dan Kendaraan Listrik di Indonesia
LSM/Figur
Panduan Global Baru Diluncurkan, Bantu Pembuat Kebijakan Pahami Krisis Iklim
Panduan Global Baru Diluncurkan, Bantu Pembuat Kebijakan Pahami Krisis Iklim
Pemerintah
Di Balik Panja AMDK: Krisis Penyediaan Air Minum dan Isu Lingkungan yang Terabaikan
Di Balik Panja AMDK: Krisis Penyediaan Air Minum dan Isu Lingkungan yang Terabaikan
Pemerintah
Mikroplastik Cemari Udara di 18 Kota, Jakarta Pusat Catat Konsentrasi Tertinggi
Mikroplastik Cemari Udara di 18 Kota, Jakarta Pusat Catat Konsentrasi Tertinggi
LSM/Figur
MA Ungkap, Hakim Bersertifikasi Lingkungan Kunci Atasi Anti-SLAPP
MA Ungkap, Hakim Bersertifikasi Lingkungan Kunci Atasi Anti-SLAPP
Pemerintah
COP30: Pemerintah Siapkan Strategi Hadapi Fraud Perdagangan Karbon
COP30: Pemerintah Siapkan Strategi Hadapi Fraud Perdagangan Karbon
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Tentang

Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com melalui donasi.

Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama akun kamu.

Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan yang berisi konten ofensif, diskriminatif, melanggar hukum, atau tidak sesuai etika dapat dihapus tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau