KOMPAS.com - Laporan dari RepRisk mengungkapkan kasus greenwashing global yang diajukan antara Juni 2023 dan Juni 2024 menurun 12 persen di semua sektor dari tahun ke tahun.
Hal ini merupakan pertama kalinya greenwashing menurun dalam enam tahun terakhir.
"Perusahaan menjadi lebih berhati-hati tentang cara mereka mengkomunikasikan klaim lingkungan mereka secara khusus tetapi juga tentang upaya ESG mereka secara lebih luas," ungkap Kepala Komersial RepRisk Alexandra Mihailescu Cichon.
Baca juga: Cegah Greenwashing Kredit Karbon, Ini Strategi BEI
Mengutip ESG Dive, Sabtu (12/10/2024) laporan terbaru RepRisk menemukan ada 1.841 peristiwa komunikasi yang menyesatkan yang didokumentasikan oleh perusahaan. Dari jumlah tersebut, 56 persen di antaranya adalah klaim lingkungan yang masuk kategori greenwashing.
Perusahaan swasta merupakan bagian terbesar dari kasus greenwashing, mewakili 70 persen dari kejadian greenwashing, dibandingkan dengan 30 persen oleh perusahaan publik.
“Para pemangku kepentingan lebih menyadari risiko greenwashing daripada sebelumnya,” kata CEO RepRisk Philipp Aeby.
Baca juga: Waspadai Risiko Greenwashing dari PLTU Batu Bara Captive
"Meskipun regulator telah berhasil mendorong undang-undang untuk mencegah greenwashing, risikonya akan terus berkembang seiring munculnya bentuk-bentuk baru, yang membuat perusahaan rentan terhadap kerusakan reputasi yang berdampak pada laba bersih mereka,” paparnya.
Akan tetapi laporan juga menemukan pula meski kasus secara keseluruhan menurun, jumlah kasus greenwashing dengan tingkat keparahan tinggi meningkat.
Sebanyak 30 persen perusahaan yang terkait dengan greenwashing antara tahun 2022-23 merupakan pelanggar berulang pada tahun 2024.
Contohnya saja, Di Amerika Serikat, 42 persen perusahaan yang terkait dengan kasus greenwashing tahun lalu juga muncul dalam laporan tahun 2024.
Mihailescu Cichon mengatakan bahwa tingkat keparahan kasus dan jumlah pengulangan saling terkait, dan pelaku pelanggaran berulang berpotensi mewakili "kasus sistematis."
"Kasus-kasus yang menjadi berita utama adalah kasus-kasus yang berkembang dari waktu ke waktu, dan berpotensi menjadi masalah sistematis," katanya.
Baca juga: Tantangan Asia Hadapi Krisis Iklim: Greenwashing hingga Inkonsistensi Kebijakan
Laporan ini mencatat industri perbankan dan jasa keuangan mengalami peningkatan klaim greenwashing sebesar 70 persen dalam laporan tahun lalu, tetapi mengalami penurunan sebesar 20 persen dari tahun ke tahun pada tahun 2024.
Sektor minyak dan gas tetap menjadi sektor yang paling terkait dengan klaim greenwashing seperti yang terjadi setiap tahun sejak 2019. Pada tahun 2024 industri ini mewakili 22 persen klaim greenwashing atau 332 kasus.
Laporan juga mencatat bahwa perusahaan makanan dan minuman telah berada di bawah pengawasan yang lebih ketat atas klaim keberlanjutan mereka.
Baca juga: Perdagangan Karbon Tidak Boleh Jadi Praktik Greenwashing
Meskipun laporan menemukan bahwa peningkatan regulasi dan pengawasan mungkin membantu menekan kasus greenwashing, namun hal tersebut juga dapat menimbulkan risiko peningkatan gerakan menuju “greenhushing.”
Greenhushing adalah praktik perusahaan untuk tidak melaporkan atau menyembunyikan informasi tentang upaya dan pencapaian lingkungan mereka.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya