KOMPAS.com - Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (KPPMPI) mengatakan tidak mudah untuk memastikan ekosistem pesisir dan laut di Indonesia tetap terjaga. Oleh karena itu, perlu keterlibatan pemuda pesisir.
Ketua Umum KPPMPI, Hendra Wiguna mengatakan, ada banyak tantangan, mulai dari kebijakan yang tidak berorientasi ke laut, maraknya praktik-praktik yang menjadikan laut sebagai “Tong Sampah Raksasa”, hingga faktor persaingan antar negara.
“Dengan banyaknya tantangan tersebut, maka penting pelibatan pemuda dalam memastikan rantai pasok pangan dari laut. Baik di hulu maupun di hilirnya, dalam ekosistem pangan harus ada ruang keterlibatan pemuda terutama pemuda pesisir," ujar Hendra dalam keterangan tertulis, Jumat (18/10/2024).
Baca juga: Aktor Penting dalam Ekonomi Biru, Masyarakat Pesisir Harus Berdaya
Sebab, dengan pengalaman di area tersebut, ia menilai pemuda pesisir akan lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan jaman.
"Sekaligus hal ini dalam rangka mengoptimalkan bonus demografi yang dimiliki oleh Indonesia," imbuhnya.
Langkah awal, kata dia, adalah dengan memberikan pengetahuan dan peningkatan kapasitas, sehingga pemuda pesisir memiliki modal pengetahuan dan keahlian dalam keterlibatannya di rantai pasok pangan.
Hendra berharap ada pemberian pendidikan atau pelatihan kepada pemuda pesisir agar dapat bersaing dan berperan dalam hilirisasi pangan laut.
“Pendidikan ini bisa formal maupun informal, untuk formal perlu adanya akses pendidikan gratis atau beasiswa bagi anak-anak pesisir, terutama anak-anak pelaku penghasil pangan seperti anak nelayan, anak pembudidaya dan lain sebagainya. Sehingga ke depan mereka dapat mengolah dengan optimal sumber daya dan potensi yang ada di kampung halamannya," papar Hendra.
Baca juga: Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang
Hendra mengatakan, sesuai dengan Hari Pangan Sedunia yang diperingati setiap 16 Oktober, hal ini menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran global tentang masalah kelaparan dan kekurangan pangan di berbagai belahan dunia.
Ia berharap adanya gerakan bersama masyarakat dunia untuk menjamin keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut.
“Momentum ini kita jadikan sebagai momentum kesadaran bersama masyarakat dunia terutama pemuda, untuk bersama-sama memulihkan dan menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Karena dengan demikian, wilayah penghasil pangan sekaligus ruang penghidupan nelayan tersebut akan menjamin ketersediaan pangan sehat dan bergizi tinggi bagi masyarakat dunia," terangnya.
Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim, Kota di Pesisir Harus Beradaptasi Lebih Cepat
Selain itu, menurutnya perlu untuk segera dilakukan upaya agar penghasilan nelayan bisa setara dengan UMR. Sehingga, masih ada pemuda pesisir yang berminat menjadi nelayan.
Survei Bank Dunia dan S4YE di 18 negara (2023) menemukan fakta memprihatinkan bahwa penghasilan generasi muda yang berprofesi sebagai nelayan dan pembudidaya ikan jauh lebih rendah dibanding orang tuanya, yakni minus 18 persen dan minus 15 persen.
Walhasil, hanya 19,20 persen anak muda Indonesia berprofesi di lingkup perikanan, pertanian, dan perkebunan, menurut data BPS (2023). Sebagian besar lainnya bekerja di sektor jasa dan perdagangan.
“Harapannya dengan pelibatan pemuda pesisir dalam mengurusi rantai pasok pangan laut, dapat meningkatkan pendapatan pemuda sekaligus menurunkan angka kemiskinan di pesisir," kata dia.
Lebih lanjut, dengan membenahi rantai pasok, secara tidak langsung akan mendorong rantai nilai produk yang jauh lebih baik. Sehingga pangan laut akan bersaing dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarat.
“Semua itu akan tercapai apabila semua pemuda memiliki kesempatan yang sama, ditandai dengan mudahnya akses pemuda dalam mendapatkan pendidikan serta dukungan lainnya," pungkas Hendra.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya