Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 6 Oktober 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai hasil pertemuan para menteri energi negara anggota ASEAN pada akhir September mencerminkan sikap setengah hati dalam transisi energi.

Sebelumnya, para menteri energi negara anggota ASEAN menggelar pertemuan ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-42 di Laos.

Dalam kesepakatan bersama 26 September 2024, para menteri energi mendorong pengembangan energi terbarukan namun tetap mempertahankan batu bara dan gas dengan penerapan penangkap dan penyimpang karbon atau CCS.

Baca juga: Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

IESR menilai, keputusan tersebut membuat ASEAN tampak enggan untuk segera beralih dari energi fosil karena sikapnya yang memilih mengadopsi teknologi CCS.

Lembaga tersebut menilai, fokus ASEAN seharusnya lebih diarahkan pada akselerasi pengembangan infrastruktur energi terbarukan yang sudah terbukti lebih efektif dan ekonomis.

Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi IESR Arief Rosadi mengatakan, skala keekonomian CCS sampai saat ini masih mahal serta biaya investasi yang tinggi.

Biaya pengoperasian CCS akan semakin mahal jika gas yang diproses memiliki konsentrasi karbon dioksida yang rendah.

Baca juga: Transisi Indonesia Menuju Bioekonomi Sangat Menguntungkan

Selain itu, teknologi CCS belum teruji keandalannya dalam menurunkan emisi, khususnya di Indonesia.

"Negara di kawasan ASEAN sebaiknya memusatkan upayanya untuk mendorong investasi yang tujuannya menurunkan emisi secara signifikan dan memberikan manfaat ekonomi dalam jangka panjang, seperti dengan pemanfaatan energi terbarukan," kata Arief dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (5/10/2024).

Arief menambahkan, di sisi lain biaya pembangkitan energi terbarukan mengalami tren penurunan sehingga nilai keekonomiannya semakin kompetitif.

"Investasi pada CCS justru akan memperpanjang ketergantungan pada energi fosil dan memperbesar risiko aset mangkrak," ungkap Arief.

Baca juga: Biomassa Jadi Jembatan Penting Menuju Percepatan Transisi Energi

Studi IESR mencatat, CCS memerlukan investasi yang sangat besar yaitu sekitar 3 miliar dollar AS untuk mengurangi 25-33 juta ton karbon dioksida dalam kurun waktu 10-15 tahun.

Jika dibandingkan dengan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Indonesia yang mencapai 44,6 gigawatt (GW) pada 2022, penggunaan CCS akan menghabiskan biaya lebih banyak dengan nilai manfaat yang minim dalam upaya mengurangi emisi karbon.

Selain itu, biaya CCS enam kali lebih mahal dibandingkan pembangkitan listrik dibandingkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang didukung oleh teknologi penyimpanan energi.

Koordinator Proyek Transisi Energi Asia Tenggara IESR Agung Marsallindo menyoroti terbatasnya keterlibatan masyarakat dalam proses AMEM.

Baca juga: Muhammadiyah Luncurkan Buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan, Jadi Panduan Praktis dan Moral

Hal ini menyebabkan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses politik regional yang diambil.

IESR mendorong proses AMEM yang lebih terbuka agar publik dapat terlibat aktif untuk memantau dan memberikan masukan sekaligus menjadi bagian dari transisi energi yang adil dan inklusif.

"Keputusan-keputusan terkait kebijakan energi di tingkat ASEAN juga harus mengikutsertakan lembaga-lembaga masyarakat sipil independen dan tidak berpihak pada kepentingan geopolitik negara manapun," ucap Agung.

Dia menambahkan, setiap keputusan politik akan berdampak pada masyarakat regional. Sehingga partisipasi publik dalam setiap proses sangat penting untuk mengedepankan aspek inklusivitas dan berkeadilan dalam transisi energi.

Baca juga: RI Perlu Tetapkan Target Transisi Energi yang Agresif untuk Raih Pendanaan Maksimal

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau