Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 21 Agustus 2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - PT Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) mencapai 6 gigawatt (GW) pada 2029.

Direktur Manajemen Risiko Pertamina NRE Iin Febrian mengatakan, target tersebut mencapai dua kali lipat dari kapasitas terpasang saat ini.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (20/8/2024), Iin menuturkan Pertamina NRE juga menargetkan pendapatan usaha sebesar 2,1 miliar dollar AS.

Baca juga: Kapasitas Listrik EBT Naik 500 GW Pada 2023, Didominasi PLTS

Angka tersebut meningkat lima kali lipat dibandingkan pendapatan saat ini, sebagaimana dilansir Antara.

Target 6 GW tersebut akan dikontribusikan pada pengembangan produksi berbagai sumber energi seperti hidrogen, panas bumi, gas, solar, angin, dan biomassa.

Hingga 2029, Pertamina NRE berencana meningkatkan kapasitas produksi hidrogen hingga mencapai 77,1 kiloton per tahun, kapasitas produksi baterai 51,5 gigawatt jam (GWh), dan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi menjadi 1,4 GW.

Selain itu, perusahaan juga menargetkan peningkatan produksi listrik dari sumber energi gas menjadi 3,8 GW, solar 1,3 GW, angin 58 megawatt (MW), biomassa 33 MW.

Pertamina NRE juga membidik produksi bioethanol 840.000 kiloliter serta peningkatan penjualan kredit karbon sebesar 19,2 juta ton setara karbon dioksida pada 2029.

Baca juga: Luhut Ungkap Rencana Pensiunkan PLTU Suralaya, ESDM: Tunggu EBT Dulu

Meski demikian, Iin mengakui masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan EBT di Indonesia.

Beberapa tantangan tersebut antara lain akses pendanaan, pengembangan teknologi, pendanaan tahap awal, pengembangan kapasitas dan kapabilitas perusahaan dalam mengelola bisnis EBT, dan regulasi yang mendukung.

"Inisiasi ini membutuhkan sumber daya yang besar. Selain itu, beberapa bisnis EBT yang ada saat ini masih dalam tahap awal pengembangan dan menghadapi tantangan dalam menciptakan permintaan," ujarnya.

Dia menambahkan, upaya pengembangan EBT di Indonesia juga menghadapi tantangan karena hingga saat ini belum ada undang-undang yang spesifik yang mengatur pengembangan energi terbarukan.

Padahal pemerintah memiliki target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Untuk diketahui, capaian EBT pada 2023 baru mencapai 13,09 persen.

Baca juga: Jika Ingin Genjot Investasi EBT, Pemerintah Harus Perbaiki Regulasi

Di sisi lain, pemerintah saat ini intensif melakukan pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dengan DPR.

RUU tersebut diharapkan menjadi regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan energi EBT yang berkelanjutan dan adil.

Sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagai salah satu upaya menarik lebih banyak investasi dalam pengembangan energi terbarukan.

Regulasi tersebut mengatur pemanfaatan energi terbarukan dari segi harga dan mekanisme pengadaan.

Selain itu,  perpres ini juga mengatur transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang meliputi peta jalan percepatan penghentian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pembatasan pembangunan pembangkit baru.

Baca juga: Huawei Raih Predikat Perusahaan dengan Solusi EBT Paling Inovatif

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau