KOMPAS.com - PT Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) mencapai 6 gigawatt (GW) pada 2029.
Direktur Manajemen Risiko Pertamina NRE Iin Febrian mengatakan, target tersebut mencapai dua kali lipat dari kapasitas terpasang saat ini.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (20/8/2024), Iin menuturkan Pertamina NRE juga menargetkan pendapatan usaha sebesar 2,1 miliar dollar AS.
Baca juga: Kapasitas Listrik EBT Naik 500 GW Pada 2023, Didominasi PLTS
Angka tersebut meningkat lima kali lipat dibandingkan pendapatan saat ini, sebagaimana dilansir Antara.
Target 6 GW tersebut akan dikontribusikan pada pengembangan produksi berbagai sumber energi seperti hidrogen, panas bumi, gas, solar, angin, dan biomassa.
Hingga 2029, Pertamina NRE berencana meningkatkan kapasitas produksi hidrogen hingga mencapai 77,1 kiloton per tahun, kapasitas produksi baterai 51,5 gigawatt jam (GWh), dan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi menjadi 1,4 GW.
Selain itu, perusahaan juga menargetkan peningkatan produksi listrik dari sumber energi gas menjadi 3,8 GW, solar 1,3 GW, angin 58 megawatt (MW), biomassa 33 MW.
Pertamina NRE juga membidik produksi bioethanol 840.000 kiloliter serta peningkatan penjualan kredit karbon sebesar 19,2 juta ton setara karbon dioksida pada 2029.
Baca juga: Luhut Ungkap Rencana Pensiunkan PLTU Suralaya, ESDM: Tunggu EBT Dulu
Meski demikian, Iin mengakui masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan EBT di Indonesia.
Beberapa tantangan tersebut antara lain akses pendanaan, pengembangan teknologi, pendanaan tahap awal, pengembangan kapasitas dan kapabilitas perusahaan dalam mengelola bisnis EBT, dan regulasi yang mendukung.
"Inisiasi ini membutuhkan sumber daya yang besar. Selain itu, beberapa bisnis EBT yang ada saat ini masih dalam tahap awal pengembangan dan menghadapi tantangan dalam menciptakan permintaan," ujarnya.
Dia menambahkan, upaya pengembangan EBT di Indonesia juga menghadapi tantangan karena hingga saat ini belum ada undang-undang yang spesifik yang mengatur pengembangan energi terbarukan.
Padahal pemerintah memiliki target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Untuk diketahui, capaian EBT pada 2023 baru mencapai 13,09 persen.
Baca juga: Jika Ingin Genjot Investasi EBT, Pemerintah Harus Perbaiki Regulasi
Di sisi lain, pemerintah saat ini intensif melakukan pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dengan DPR.
RUU tersebut diharapkan menjadi regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan energi EBT yang berkelanjutan dan adil.
Sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagai salah satu upaya menarik lebih banyak investasi dalam pengembangan energi terbarukan.
Regulasi tersebut mengatur pemanfaatan energi terbarukan dari segi harga dan mekanisme pengadaan.
Selain itu, perpres ini juga mengatur transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang meliputi peta jalan percepatan penghentian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pembatasan pembangunan pembangkit baru.
Baca juga: Huawei Raih Predikat Perusahaan dengan Solusi EBT Paling Inovatif
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya