Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asap Kebakaran Hutan Sebabkan 12.000 Kematian per Tahun

Kompas.com, 25 Oktober 2024, 21:50 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perubahan iklim memicu kondisi yang menyebabkan kebakaran hutan makin parah.

Dampaknya pun tak main-main. Peneliti mengungkapkan asap kebakaran hutan ternyata mengakibatkan kematian yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Chae Yeon Park dari National Institute for Environmental Studies, Jepang itu menyebut kematian akibat asap kebakaran hutan yang terkait dengan perubahan iklim setiap tahun meningkat dari 669 beberapa dekade lalu menjadi 12.000 dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Kebakaran Hutan Batasi Kemampuan Tanah Serap Karbon

Secara total, ada lonjakan kematian terkait kebakaran akibat polusi udara yang terkait dengan kebakaran telah meningkat dari 46.401 pada tahun 1960-an menjadi 98.748 pada tahun 2010, tetapi hanya 12.000 yang dikaitkan dengan perubahan iklim.

Seperti dikutip dari Independent, Kamis (24/10/2024) Amerika Selatan, Australia, dan Eropa mengalami peningkatan paling signifikan dalam kematian yang terkait dengan perubahan iklim karena kelembapan di wilayah tersebut menurun dan suhu di hutan boreal meningkat.

Sementara itu, di Asia Selatan peningkatan kelembapan mengakibatkan lebih sedikit kematian.

"Hal ini menunjukkan bahwa perubahan iklim semakin mengancam kesehatan masyarakat, didorong oleh lebih banyak asap kebakaran yang bahkan memengaruhi wilayah yang padat penduduk," kata Chae Yeon Park, seorang peneliti di National Institute of Advanced Industrial Science and Technology, Jepang.

Bahaya Asap Kebakaran

Baca juga: Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Saat kebakaran hutan berkobar, asap hitam pekatnya, yang mengandung campuran polutan berbahaya, menghasilkan partikel yang dikenal sebagai PM2.5.

Paparan polusi partikel telah dikaitkan dengan kematian dini, detak jantung tidak teratur, asma yang parah, serangan jantung yang tidak fatal, penurunan fungsi paru-paru, dan kesulitan bernapas.

Orang dengan penyakit jantung dan paru-paru, orang dewasa yang lebih tua, wanita hamil, anak-anak, populasi minoritas, dan populasi dengan status sosial ekonomi rendah adalah yang paling rentan terhadap polusi ini.

Baca juga: Kebakaran Hutan Batasi Kemampuan Tanah Serap Karbon

Lebih lanjut, sangat penting untuk memahami bahwa dampak asap dari kebakaran tidak hanya dirasakan oleh mereka yang tinggal langsung di area yang terdampak.

Apalagi ancaman polusi asap ini terus meningkat seiring dengan dunia yang makin memanas.

"Dampaknya juga sangat terasa bagi orang-orang yang tinggal di kota," kata Christopher Reyer, peneliti lain yang terlibat dalam studi.

Meskipun masyarakat perkotaan kota mungkin tidak menghadapi kematian langsung akibat kebakaran hutan, paparan asap tetap dapat mengakibatkan konsekuensi kesehatan yang serius.

"Oleh karena itu, sangat penting untuk mengurangi emisi dan meningkatkan strategi pengelolaan kebakaran, guna meminimalkan dampak kebakaran terhadap ekosistem, ekonomi, dan kesehatan masyarakat di seluruh dunia," kata Reyer.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Pemerintah
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau