KOMPAS.com - Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di berbagai provinsi di Indonesia banyak yang belum mencapai target.
Menurut data IESR, hingga tahun 2022, hanya tujuh provinsi yang berhasil mencapai target realisasi bauran energi terbarukannya.
Koordinator Riset Sosial Kebijakan dan Ekonomi, IESR, Martha Jesica menyampaikan, secara rata-rata, selisih antara target dan realisasi bauran energi terbarukan yang belum tercapai adalah 10 persen.
Baca juga: CSIS: Ada Banyak Tantangan dalam Capai Target Transisi Energi
"Meski 33 provinsi di Indonesia telah memiliki RUED, banyak dari rencana tersebut seharusnya sudah perlu ditinjau ulang karena sudah lima tahun sejak dirilis," ujarnya dalam pernyataan, dikutip Rabu (23/10/2024).
Ia menilai, tantangan terbesar dalam implementasi RUED adalah keterbatasan kapasitas fiskal serta jalur perencanaan energi daerah yang panjang karena harus diselaraskan dengan rencana pembangunan daerah.
Menurutnya, kewenangan tambahan untuk pengelolaan energi terbarukan dari Perpres 11/2023 di tingkat daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk berperan lebih besar dalam transisi energi.
Namun, diperlukan dukungan kebijakan fiskal yang memadai agar daerah dapat mengoptimalkan tambahan kewenangan ini untuk mendukung pencapaian target energi terbarukan.
Baca juga: Investasi Energi Bersih Global Lebih Tinggi dari Bahan Bakar Fosil
“Selain itu, proporsi alokasi belanja program energi terbarukan dalam urusan energi di daerah saat ini masih rendah, dengan rata-rata sebesar 18 persen,” kata Martha dalam Lokakarya Media: Perkembangan Kerangka Kebijakan dan Regulasi Transisi Energi di Indonesia yang digelar di Palembang, Selasa (22/10/2024).
Artinya, kata dia, meskipun potensi energi terbarukan sangat besar di Indonesia, upaya realisasinya masih memerlukan penguatan dan koordinasi yang lebih baik.
IESR menilai, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat memainkan perannya untuk mendukung percepatan transisi energi yang adil secara efektif di tingkat daerah.
Untuk mengatasi tantangan tersebut demi mempercepat transisi energi, IESR merekomendasikan tiga langkah strategis.
Pertama, pemerintah pusat perlu menyusun kerangka kebijakan jangka panjang yang jelas dan merincikan implementasi hingga tingkat utilitas. Kebijakan ini harus mencakup dukungan regulasi yang memungkinkan percepatan investasi di sektor energi terbarukan.
Kedua, penguatan kualitas anggaran dan kebijakan fiskal-moneter yang mendukung investasi energi terbarukan perlu dilakukan, dengan memperbaiki alokasi belanja publik yang lebih fokus pada energi bersih.
Baca juga: Energi Terbarukan Perlu Jadi Prioritas DPR Periode Baru 2024-2029
Ketiga, pelibatan pemerintah daerah, lembaga pendidikan lokal, dan masyarakat dalam perencanaan serta implementasi transisi energi menjadi kunci utama.
"Partisipasi aktif dari berbagai pihak di daerah akan mendorong realisasi yang lebih cepat dan efisien," ujarnya.
Sementara, Kepala Bidang Energi, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Selatan, Aryansyah Ahmad Sulaiman Soleh menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mewujudkan transisi energi di daerah.
Sumatera Selatan, yang memiliki potensi energi terbarukan sebesar 21.032 MW, telah memanfaatkan 989,12 MW atau 4,70 persen dari potensi tersebut pada tahun 2023.
"Sinergi antara pemerintah daerah, akademisi, BUMN, sektor swasta, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam mempercepat realisasi target-target energi terbarukan," ujar Aryansyah.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya