Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahan Pemadam Kebakaran Mengandung Logam Berat yang Cemari Lingkungan

Kompas.com - 31/10/2024, 13:09 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Di daerah rawan kebakaran hutan, air bukan satu-satunya hal yang digunakan untuk memadamkan api. Petugas pemadam kebakaran hutan juga memakai pemadam kimia atau sintetis.

Namun apakah pemadam buatan tersebut aman atau justru malah berdampak buruk bagi lingkungan? Peneliti dari University of Southern California, California pun berusaha mencari tahu jawabannya.

Mengutip Phys, Kamis (31/1/2024) seiringnya intensitas kebakaran hutan yang makin sering terjadi, tidak hanya perlu volume air yang lebih besar untuk memadamkannya.

Kebakaran hutan juga memerlukan bahan kimia dan sintetis yang disemprotkan dari tanah maupun dijatuhkan dari udara untuk membantu proses pemadaman.

Baca juga:

Produk pemadam kebakaran hutan, yang dimaksudkan untuk menghambat aktivitas kebakaran sebelum dan setelah air menguap, meliputi penghambat api, penambah air, dan busa.

Akan tetapi peneliti pun bertanya-tanya apakah bahan pemadam tersebut mengandung logam dan dapat mencemari lingkungan.

Pasalnya, menurut mereka terkadang kadar logam yang berpotensi beracun ditemukan di perairan atau tanah setelah kebakaran hutan dipadamkan.

"Kebakaran hutan dikaitkan dengan pelepasan logam berat beracun ke lingkungan, hingga saat ini logam itu diasumsikan berasal dari sumber alami seperti tanah," ungkap McCurry, peneliti utama studi ini.

Para peneliti kemudian menguji sampel dari 14 produk pemadam kebakaran yang dijual oleh pengecer komersial.

Mereka menganalisis sampel untuk 10 logam yang diketahui beracun atau diatur oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA).

Ternyata, setiap produk mengandung setidaknya satu logam dengan konsentrasi yang melebihi peraturan Tingkat Kontaminan Maksimum EPA untuk air minum.

"Kami sekarang tahu bahwa penghambat api dapat berkontribusi terhadap pelepasan logam ini," papar McCurry.

Secara khusus, dua produk pencegah kebakaran yang diklasifikasikan sebagai penghambat api mengandung delapan logam (kromium, kadmium, arsenik, timbal, vanadium, mangan, antimon, dan talium) yang jauh melampaui peraturan air minum EPA.

Baca juga:

Potensi Pencemaran Air

Para peneliti menyebut temuan ini menunjukkan bahwa penghambat api berpotensi untuk mencemari lingkungan perairan termasuk air minum, jika produk ini memasuki badan air.

Apalagi penggunaan pemadam air ini kian meningkat. Peneliti menentukan bahwa jumlah total logam yang digunakan bervariasi dari tahun ke tahun, tetapi umumnya meningkat seiring waktu.

Contohnya saja, volume penghambat api yang dijatuhkan pada kebakaran hutan di Amerika Serikat antara tahun 2009 hingga 2021.

Peneliti memperkirakan untuk satu kebakaran hutan California Selatan, terdapat peningkatan konsentrasi kadmium di sungai terdekat yang berasal dari 31 persen penghambat api yang digunakan memadamkan kebakaran.

Baca juga: Menuju Berkelanjtan, Industri Perlu Audit Pemantauan Karbon

Mereka mengatakan hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas pemadaman kebakaran dapat menyebabkan meningkatnya kadar logam di lingkungan.

Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan potensi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Kali Pertama dalam 130 Tahun Gunung Fuji Telat Bersalju, Pertanda Buruk?

Kali Pertama dalam 130 Tahun Gunung Fuji Telat Bersalju, Pertanda Buruk?

Pemerintah
Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar

Perubahan Iklim Bikin Ekonomi Negara Asia dan Pasifik Rugi Besar

LSM/Figur
Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16

Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16

LSM/Figur
Nol Emisi Kini Bukan Sekedar Mimpi Ibu Pertiwi...

Nol Emisi Kini Bukan Sekedar Mimpi Ibu Pertiwi...

Swasta
Dana Infrastruktur Transisi Energi Terkumpul 215 Miliar Dollar AS Sejak 2014

Dana Infrastruktur Transisi Energi Terkumpul 215 Miliar Dollar AS Sejak 2014

Pemerintah
Mengalirkan Harapan Energi Bersih Berkelanjutan pada Ratusan PLTA di Negeri Kaya Air

Mengalirkan Harapan Energi Bersih Berkelanjutan pada Ratusan PLTA di Negeri Kaya Air

BUMN
Tiap Pengiriman E-mail dan Posting di Medsos Berpotensi Merusak Lingkungan

Tiap Pengiriman E-mail dan Posting di Medsos Berpotensi Merusak Lingkungan

LSM/Figur
10 Negara dengan Kapasitas Baterai Paling Besar di Dunia, China Nomor Wahid

10 Negara dengan Kapasitas Baterai Paling Besar di Dunia, China Nomor Wahid

Pemerintah
19 Persen Kawasan Ekosistem Esensial Ada di Dalam HGU

19 Persen Kawasan Ekosistem Esensial Ada di Dalam HGU

LSM/Figur
Bahan Pemadam Kebakaran Mengandung Logam Berat yang Cemari Lingkungan

Bahan Pemadam Kebakaran Mengandung Logam Berat yang Cemari Lingkungan

Pemerintah
Ganti Rugi Pemulihan Lingkungan Capai Rp 20 Triliun, tapi Belum Masuk Kas Negara

Ganti Rugi Pemulihan Lingkungan Capai Rp 20 Triliun, tapi Belum Masuk Kas Negara

LSM/Figur
2 Bank Ini Salurkan Pembiayaan Berkelanjutan Rp 110 Triliun hingga September 2024

2 Bank Ini Salurkan Pembiayaan Berkelanjutan Rp 110 Triliun hingga September 2024

Swasta
Terdapat Area yang Terbuka, Hutan Kemasyarakatan di Kalteng Perlu Restorasi

Terdapat Area yang Terbuka, Hutan Kemasyarakatan di Kalteng Perlu Restorasi

LSM/Figur
Festival Makanan Berkelanjutan di Bali: Kurangi Jejak Karbon dengan Bahan Lokal

Festival Makanan Berkelanjutan di Bali: Kurangi Jejak Karbon dengan Bahan Lokal

Swasta
Restorasi Hutan Kalteng, Epson Gandeng WWF Tanam 200.000 Pohon

Restorasi Hutan Kalteng, Epson Gandeng WWF Tanam 200.000 Pohon

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau