KOMPAS.com - Penelitian baru telah mengungkap bahwa 20 bank terbesar di Eropa gagal memenuhi komitmen nol emisi bersih dan tidak memiliki keselarasan yang diperlukan untuk tindakan iklim yang berarti.
Hal ini berdasarkan laporan terbaru ‘Mind the strategy gap’ dari lembaga nirlaba investasi ShareAction yang menilai upaya bank dalam pengurangan emisi dan strategi mereka untuk meningkatkan keuangan berkelanjutan.
Temuan menunjukkan bahwa upaya dekarbonisasi bank terlalu terbatas cakupannya dan target keuangan berkelanjutan mereka sering kali tidak didasarkan pada metodologi yang kuat dan transparan sehingga sulit untuk mengevaluasi dampak sebenarnya.
Baca juga:
Mengutip Edie, Kamis (7/11/2024) masalah penting lainnya yang diidentifikasi dalam laporan tersebut adalah penanganan fasilitasi pasar modal yang tidak konsisten.
Sementara 17 dari 20 bank memasukkan fasilitasi pasar modal dalam tujuan keuangan berkelanjutan mereka, hanya dua bank yang memperluasnya ke target dekarbonisasi mereka.
Ketidakkonsistenan ini menciptakan pandangan yang sempit tentang risiko iklim, terlepas dari kenyataan bahwa aktivitas keuangan seperti penerbitan obligasi dapat memiliki dampak lingkungan jangka panjang.
Sebagian besar bank yang dinilai dalam laporan tersebut tidak secara eksplisit menghubungkan pelaporan dekarbonisasi mereka dengan target keuangan berkelanjutan mereka.
“Bank-bank terbesar di Eropa memiliki peran penting dalam membiayai transisi ke ekonomi rendah karbon, seperti meningkatkan energi terbarukan, membuat real estat hemat energi, dan mendukung industri-industri penting untuk melakukan dekarbonisasi," ungkap Manajer penelitian senior ShareAction Xavier Lerin.
“Namun, analisis kami menunjukkan bahwa dalam sebagian besar kasus, target iklim yang digunakan bank sebagai peta jalan menuju transisi tidak sesuai dengan tujuannya, yang membahayakan kemampuan kita untuk melindungi masyarakat dari dampak terburuk perubahan iklim,” paparnya lagi.
Temuan lain dari laporan ini mengungkapkan beberapa komitmen keuangan hijau bank pun relatif kecil jika dilihat dalam konteks total aset bank mereka.
Selain itu, praktik akuntansi yang tidak konsisten menyebabkan bank melebih-lebihkan pencapaian keuangan berkelanjutan mereka dibandingkan dengan upaya dekarbonisasi mereka.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa 63 persen target dekarbonisasi hanya memperhitungkan pinjaman yang telah dibayarkan, sementara 76 persen target keuangan berkelanjutan mencakup jumlah pinjaman yang telah dibayarkan dan yang belum ditarik.
Setengah dari bank menetapkan sasaran dekarbonisasi berdasarkan pinjaman yang ada yang mereka miliki pada akhir periode, tetapi menggunakan jumlah total pinjaman yang diberikan dari waktu ke waktu untuk target keuangan berkelanjutan mereka, sehingga target tersebut tampak lebih besar.
Laporan pun menyoroti bahwa pemangku kepentingan kesulitan memahami dampak target iklim bank karena pengungkapan (disclosure) yang tak memadai tentang bagaimana target tersebut dipenuhi.
Beberapa bank memang menerapkan strategi dekarbonisasi yang efektif dan secara bermakna mendukung klien dalam transisi ke praktik yang lebih ramah lingkungan, tetapi yang lain mengandalkan metode akuntansi yang hanya mengurangi emisi di atas kertas.
Baca juga:
Lalu hanya seperempat bank yang memberikan perincian yang cukup untuk membedakan antara berbagai metode pembiayaan, sehingga menyulitkan para pemangku kepentingan untuk mengevaluasi kemampuan tata kelola bank dalam mendukung keuangan berkelanjutan.
Lebih lanjut, bank yang dianalisis dalam laporan tersebut tidak menetapkan kriteria yang jelas untuk rencana transisi yang harus dipenuhi agar perusahaan dapat mengakses pembiayaan berkelanjutan.
Kurangnya pelaporan terperinci membuat sulit untuk melihat bagaimana bank membiayai area transisi penting seperti energi terbarukan.
Dari hampir semua bank yang telah menetapkan target dekarbonisasi khusus sektor, hanya sembilan yang memiliki rencana sektoral yang setara untuk keuangan berkelanjutan.
ShareAction pun menghimbau bank untuk menetapkan target iklim yang lebih efektif dan berbasis sains.
“Kami sangat membutuhkan bank untuk menetapkan target yang lebih ambisius dan koheren yang secara transparan memetakan bagaimana mereka akan memenuhi komitmen mereka untuk membiayai tenaga terbarukan, infrastruktur hijau, dan teknologi yang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dan ekonomi kita,” tambah Lerin.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya