KOMPAS.com - Indonesia dinilai sangat layak menjadi rujukan utama bagi seluruh negara di dunia untuk mengembangkan sistem peringatan dini bencana tsunami yang berbasis teknologi dan kearifan masyarakat lokal.
Pernyataan tersebut diungkapkan Temily Isabella Baker, praktisi dari Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Pengurangan Risiko Bencana UN ESCAP, di sela acara Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium di Kota Banda Aceh, Minggu (10/11/2024).
Menurut Temily, pengalaman Indonesia dalam menerapkan inovasi teknologi peringatan bencana yang sesuai dengan kondisi masyarakat sangat bernilai bagi dunia.
Baca juga: Pentingnya Sistem Peringatan Dini seiring Meningkatnya Bencana Iklim
Contohnya seperti Indonesia Early Warning System (Ina-TEWS) dan beberapa inovasi lainnya yang diciptakan peneliti muda Indonesia.
Bagi Temily, kekagumannya atas inovasi teknologi tersebut karena menjadi andalan untuk menunjang kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana tsunami di wilayah Indonesia dan negara sekitarnya.
Selain itu, masyarakat yang tersebar di berbagai pulau juga dilatih untuk merespons informasi potensi bencana yang disiarkan oleh sistem.
Hal itu dapat dibuktikan melalui pembentukan banyak komunitas masyarakat desa siaga tsunami di berbagai daerah, khususnya pesisir barat Aceh, daerah yang termasuk paling terdampak tsunami pada 2004.
"Ini termasuk kemampuan adaptasi yang baik, karena memungkinkan peringatan tetap berfungsi di wilayah yang kekurangan akses internet atau listrik," kata Temily, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: World Water Forum Dorong Kolaborasi Peringatan Dini Bencana
Oleh karena itu, dia menilai bagi negara yang baru mau mengembangkan ataupun mau untuk menyempurnakan sistem peringatan bencana tsunami yang sudah ada, dapat belajar dari Indonesia.
"Saya menilai banyak yang bisa kita pelajari dari teknologi dan pengetahuan di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun lokal," papar Temily.
Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium merupakan acara yang diinisiasi UNESCO-IOC bersama Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk memperingati 20 tahun peristiwa tsunami Aceh 2004.
Simposium tersebut diikuti oleh 1.000 peserta, termasuk ilmuwan, ahli kebencanaan dari 54 negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, India, Bangladesh, China, India, dan komunitas masyarakat sadar bencana nasional.
Baca juga: Memperbaiki Sistem Peringatan Dini Bencana
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya