Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

Kompas.com - 20/11/2024, 17:52 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan Badan Energi Internasional 2024 mengungkapkan lebih dari 60 persen energi global berasal dari bahan bakar fosil.

Negara-negara ekonomi utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang bergantung pada bahan bakar fosil untuk lebih dari setengah pasokan energi mereka.

Namun, situasinya bahkan lebih buruk di Asia Tenggara yang pasokan energinya didominasi (80 persen) oleh sumber daya yang terbatas tersebut.

Baca juga: Big Tech Beralih ke Energi Nuklir untuk Penuhi Teknologi AI

Skenario yang mengkhawatirkan ini tentu memerlukan tindakan segera untuk mencegah krisis energi di masa mendatang serta dampak iklim yang merugikan.

Salah satunya solusi permasalahan tersebut adalah dengan mempersiapkan sumber energi terbarukan.

Pentingnya BESS

Akan tetapi masih ada permasalahan lain jika penggunaan energi terbarukan makin meningkat jumlahnya.

Baca juga: Investasi Energi Bersih Global Lebih Tinggi dari Bahan Bakar Fosil

Meski berlimpah dan bersih, pemanfaatan energi terbarukan seperti energi dan angin menghadapi persoalan yakni stabilitas jaringan dan juga keterbatasan produksi yang membuatnya tidak bisa menghasilkan energi secara tetap.

Mengutip Business Times, Rabu (20/11/2024) sistem penyimpanan energi baterai (BESS) pun menawarkan solusi serbaguna dan efisien untuk menjembatani kesenjangan antara produksi dan konsumsi energi.

BESS mampu melengkapi dan memastikan pasokan daya dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya.

Gambarannya seperti ini, pada siang hari, ketika produksi energi surya mencapai puncaknya, kelebihan energi yang dihasilkan disimpan dalam baterai untuk digunakan nanti.

Setelah baterai penuh, kelebihan energi dijual kembali ke jaringan listrik.

Energi yang tersimpan ini kemudian dapat digunakan selama periode pembangkitan tenaga surya rendah atau permintaan tinggi, yang secara efektif menyeimbangkan jaringan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Lantas, ketika energi baterai habis, itu akan dipasok dari jaringan listrik.

BESS juga dapat menyediakan pasokan energi yang stabil dan konsisten meskipun terjadi gangguan atau pemadaman.

Bagi bisnis, terutama yang telah berinvestasi dalam energi surya, BESS membantu mengoptimalkan penggunaan energi, mengurangi biaya, dan meningkatkan upaya keberlanjutan.

Baca juga: Bahan Bakar Fosil dan Pertanian Kuras Dana Publik Negara Terdampak Perubahan Iklim

Pengaruh di Asia Tenggara

Asia Tenggara merupakan kawasan yang secara historis bergantung pada bahan bakar fosil impor.

Nah, pemanfaatan BESS ini kemudian dapat menawarkan model energi terdesentralisasi yang memberdayakan negara-negara untuk memanfaatkan sumber daya terbarukan mereka yang melimpah.

Bisa dikatakan, BESS menghadirkan peluang bagi Asia Tenggara untuk melampaui keterbatasan infrastruktur energi tradisional dan merangkul masa depan energi yang berkelanjutan.

Saat kawasan tersebut bergulat dengan urbanisasi dan industrialisasi yang cepat, BESS pun memungkinkan solusi energi modular yang dapat diskalakan yang dengan cepat beradaptasi dengan kebutuhan yang terus berkembang.

Baca juga: Desentralisasi Energi Baru Terbarukan di Desa

Dengan kata lain, melengkapi sistem infrastruktur lama dengan teknologi BESS akan memperkuat ketahanan dan mengurangi kerentanan negara Asia Tenggara terhadap energi sekaligus menyelaraskan dengan tujuan pengurangan emisi karbon.

Namun tentu saja perlu kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat supaya mempercepat adopsi BESS melalui inovasi, investasi, dan berbagi pengetahuan, yang mendorong masa depan energi yang lebih bersih dan inklusif.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Perubahan Iklim Sebabkan Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Perubahan Iklim Sebabkan Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Pemerintah
5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

Pemerintah
UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

Pemerintah
Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon Pada COP29

Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon Pada COP29

LSM/Figur
Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

LSM/Figur
90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

Pemerintah
Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

LSM/Figur
Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Pemerintah
Setelah Taman Bumi, Maros-Pangkep Diharapkan Jadi Situs Warisan Dunia

Setelah Taman Bumi, Maros-Pangkep Diharapkan Jadi Situs Warisan Dunia

Pemerintah
Peningkatan Kualitas BBM ke Euro IV Bikin Masyarakat Lebih Sehat

Peningkatan Kualitas BBM ke Euro IV Bikin Masyarakat Lebih Sehat

LSM/Figur
Kampung Wirausaha Garudafood, Menumbuhkan Ekonomi Lokal Berkelanjutan

Kampung Wirausaha Garudafood, Menumbuhkan Ekonomi Lokal Berkelanjutan

Swasta
Ratusan Pelobi Industri Pertanian Datangi COP29, Ini Agendanya

Ratusan Pelobi Industri Pertanian Datangi COP29, Ini Agendanya

LSM/Figur
Deklarasi G20 Brasil: Pajaki 'Crazy Rich' hingga Teguhkan Transisi Energi

Deklarasi G20 Brasil: Pajaki "Crazy Rich" hingga Teguhkan Transisi Energi

Pemerintah
Kementerian ESDM Segera Pangkas Durasi Perizinan Panas Bumi, dari 18 Bulan Jadi 5 Hari

Kementerian ESDM Segera Pangkas Durasi Perizinan Panas Bumi, dari 18 Bulan Jadi 5 Hari

Pemerintah
Target Reboisasi 12,7 Juta Hektare, Mungkinkah Berhasil?

Target Reboisasi 12,7 Juta Hektare, Mungkinkah Berhasil?

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau