Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Aru sampai Kolombia, Masyarakat Adat Tuntut Pengakuan Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Kompas.com, 28 Oktober 2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Masyarakat adat Kepulauan Aru, Maluku, Indonesia, menyerukan perlindungan keanekaragaman hayati di tanah leluhur pada Sabtu (26/10/2024) bertepatan dengan KTT Keanekaragaman Hayati COP16 di Cali, Kolombia.

Mewakili masyarakat Aru, Monika Maritjie Kailey turut hadir di Cali untuk menyuarakan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati di wilayahnya.

Sementara itu, di Pulau Kumareri, Kepulauan Aru, para pemimpin adat dan pemuda Aru mengadakan aksi damai untuk mendukung upaya perlindungan keanekaragaman hayati dunia, terutama di wilayah mereka di Maluku.

Baca juga: Organisasi Maysrakat Sipil Serukan Perlindungan Masyarakat Adat dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Kepulauan Aru merupakan salah satu area kaya keanekaragaman hayati di Indonesia dengan 832 gugus pulau dan total luas daratan 800.000 hektare.

Di dalamnya terdapat 156.000 hektare mangrove, 550.000 hektare hutan tropis dataran rendah, 22.000 hektare padang sabana, 19.000 hektare padang lamun, dan 53.000 hektar terumbu karang.

Bahkan, 21 persen potensi perikanan nasional atau sekitar 771.600 ton per tahun ada di laut Aru.

Sayangnya, wilayah Kepulauan Aru tak pernah lepas dari ancaman yang merusak keanekaragaman hayati.

Monika menuturkan, masyarakat adat terbukti mampu menjaga sumber daya alam dan keanekaragaman hayati melalui praktik-praktik kearifan lokal dan budaya leluhur.

Baca juga: Brasil Gelar Konsultasi Masyarakat Adat untuk Penjualan Kredit Karbon Amazon

"Berkali-kali kami berhasil mempertahankan hutan dan laut kami dari ancaman industri ekstraktif yang masuk. Sudah saatnya pemerintah Indonesia dan masyarakat global mengakui peran masyarakat adat dalam menjaga keanekaragaman hayati dengan memastikan mobilisasi sumber daya yang adil," ujar Monika dikutip dari siaran pers, Minggu (27/10/2024).

Koordinator Aksi Damai di Kepulauan Aru Johan Djamanmona mengatakan, menjaga Aru berarti menjaga kehidupan yang di dalamnya hidup manusia Aru.

"Jadi, aksi hari ini adalah bentuk perjuangan masyarakat adat dan pemuda Aru untuk menolak investasi yang merusak lingkungan Aru dan mendorong pemerintah pusat untuk mencabut segala izin eksploitasi hutan di Kepulauan Aru yang sudah ada," paparnya.

Dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16, negosiasi tentang pengakuan terhadap kontribusi masyarakat adat dalam menjaga keanekaragaman hayati berjalan cukup alot.

Salah satunya mengenai penghormatan terhadap hak masyarakat adat dan komunitas lokal yang memiliki peran penting dalam Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global atau Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF) yang disepakati dua tahun lalu.

Baca juga: Masyarakat Adat Desak Pemerintah Hentikan Proyek “Food Estate” Merauke

Masyarakat adat di COP16 mendorong negara-negara yang hadir memastikan pengakuan penuh atas kontribusi masyarakat adat dalam perlindungan keanekaragaman hayati di dunia.

Selain itu, mereka juga mendorong ditetapkannya pembentukan badan permanen atau subsidiary body yang mengikat terkait pengetahuan lokal, inovasi, dan praktik-praktik tradisional dalam perlindungan keanekaragaman hayati.

Ogy Dwi Aulia dari Forest Watch Indonesia berujar, sudah sewajarnya kontribusi masyarakat adat terhadap perlindungan keanekaragaman hayati di wilayahnya diakui secara penuh.

Catatan sejarah jelas memperlihatkan bahwa yang selama ini melindungi keanekaragaman hayati di Kepulauan Aru adalah komunitas-komunitas masyarakat adat di sana.

"Tidak ada lagi alasan untuk tidak mengakui keberadaan masyarakat adat dan kontribusinya terhadap perlindungan sumber daya alam," tutur Ogy.

Baca juga: Greenpeace: UU Konservasi Malah Pisahkan Peran Masyarakat Adat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Pemerintah
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Melawan Korupsi Transisi Energi
Melawan Korupsi Transisi Energi
Pemerintah
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
Pemerintah
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
LSM/Figur
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Swasta
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Pemerintah
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Pemerintah
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau