KOMPAS.com - Para pakar kesehatan mendesak negara-negara untuk mengalokasikan miliaran dolar dari pendanaan yang dijanjikan pada pertemuan puncak COP29 untuk mendanai kebijakan perawatan kesehatan.
Desakan itu muncul karena polusi dan peristiwa cuaca ekstrem berdampak buruk pada kesejahteraan manusia.
“Kesehatan manusia adalah argumen yang paling kuat untuk aksi iklim,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, pada sebuah acara tentang kesehatan dan iklim di COP29 di Baku.
Mengutip Eco Business, Sabtu (23/11/2024), meskipun sebagian besar negara memasukkan pertimbangan kesehatan dalam rencana iklim nasional mereka, biaya kesehatan dari polusi udara secara khusus tidak ada dalam dua pertiga rencana iklim nasional yang diajukan oleh negara-negara ke PBB.
Rencana yang disebut Nationally Determined Contributions itu adalah serangkaian komitmen yang menguraikan bagaimana negara-negara berencana untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius.
Baca juga:
Rencana tersebut diperbarui setiap lima tahun, dan negara-negara kaya yang menjadi penanda tangan Perjanjian Paris diharapkan untuk meningkatkan komitmen keuangan mereka untuk membantu negara-negara kurang berkembang pada pembicaraan iklim COP29 sebelum diajukan pada tahun 2025.
Pegiat kesehatan di pertemuan tersebut ingin negara-negara melihat target emisi melalui sudut pandang kesehatan, termasuk dengan mengatasi polusi udara, dan berjanji untuk mendanai lebih banyak program untuk adaptasi dan ketahanan kesehatan.
Lantas bagaimana sebenarnya perubahan iklim memengaruhi kesehatan kita?
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut polusi udara sebagai risiko kesehatan lingkungan terbesar di zaman kita.
Bagaimana tidak, polutan udara bertanggung jawab atas sekitar sepertiga kematian akibat stroke, penyakit pernapasan kronis, dan kanker paru-paru, serta seperempat kematian akibat serangan jantung.
Polusi luar ruangan dari bahan bakar fosil dan pembakaran biomassa, seperti kayu dan arang, menyebabkan sekitar 3,3 juta kematian pada tahun 2021.
Sementara menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Lancet, polusi udara dalam ruangan yang terkait dengan bahan bakar kotor yang digunakan untuk memasak dan aktivitas lainnya menyebabkan 2,3 juta kematian pada tahun 2020 di 65 negara.
Antara Mei 2023 dan April 2024, suhu permukaan rata-rata global mencapai puncaknya pada 1,61 C di atas tingkat pra-industri, yang mendorong seruan mendesak untuk kebijakan perlindungan panas bagi orang-orang yang bekerja dalam kondisi berbahaya.
Mereka yang paling berisiko termasuk pekerja serabutan, buruh tani, dan pekerja konstruksi, yang banyak di antaranya tidak mendapatkan waktu istirahat rutin atau memiliki akses mudah ke air minum.
Baca juga:
Perempuan hamil dan bayi juga rentan, tetapi paparan panas berdampak paling berat pada orang tua.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya