Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepertiga Spesies di Bumi Bisa Punah pada 2100 jika Perubahan Iklim Tak Diatasi

Kompas.com, 9 Desember 2024, 16:17 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hampir sepertiga spesies di seluruh dunia akan berisiko punah pada akhir abad ini jika kita terus memproduksi gas rumah kaca.

Kesimpulan itu didapat dari studi baru yang dilakukan oleh peneliti di Universitas Connecticut, Amerika Serikat.

Studi tersebut menemukan jika suhu global naik hingga 1,5 derajat Celsius di atas suhu rata-rata pra-industri yang melampaui target Perjanjian Paris, kepunahan akan meningkat pesat.

Spesies yang akan terdampak terutama adalah amfibi, spesies di di ekosistem pegunungan, pulau, dan air tawar; dan spesies di Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

Baca juga:

Dikutip dari Live Science, Senin (9/12/2024) perubahan iklim menyebabkan perubahan suhu dan pola presipitasi, yang mengubah habitat dan interaksi spesies.

Misalnya, suhu yang lebih hangat telah menyebabkan migrasi kupu-kupu raja tidak sesuai dengan mekarnya tanaman yang diserbukinya.

Banyak spesies hewan dan tumbuhan yang mengubah jangkauan mereka ke garis lintang atau ketinggian yang lebih tinggi untuk mengikuti suhu yang lebih baik.

Sementara beberapa spesies mungkin beradaptasi atau bermigrasi sebagai respons terhadap perubahan kondisi lingkungan, beberapa tidak dapat bertahan hidup dari perubahan lingkungan yang drastis, yang mengakibatkan penurunan populasi dan terkadang kepunahan.

Penilaian global telah memperkirakan peningkatan risiko kepunahan untuk lebih dari satu juta spesies, tetapi para ilmuwan belum memahami dengan jelas bagaimana tepatnya risiko yang meningkat ini terkait dengan perubahan iklim.

Dampak Perubahan Iklim

Studi baru yang dipublikasikan di jurnal Science ini menganalisis lebih dari 30 tahun penelitian keanekaragaman hayati dan perubahan iklim, yang mencakup lebih dari 450 studi tentang sebagian besar spesies yang diketahui.

Studi itu kemudian menemukan jika emisi gas rumah kaca dikelola sesuai dengan Perjanjian Paris, hampir 1 dari 50 spesies di seluruh dunia (sekitar 180.000 spesies) berisiko punah pada tahun 2100.

Sedangkan ketika suhu model iklim meningkat hingga 2,7 C, yang diprediksi berdasarkan komitmen emisi internasional saat ini, 1 dari 20 spesies di seluruh dunia akan berisiko punah.

"Jika kita menjaga pemanasan global di bawah 1,5 C, sesuai dengan Perjanjian Paris, maka risiko kepunahan dari hari ini hingga 1,5 C bukanlah peningkatan yang besar," kata penulis studi Mark Urban, ahli biologi di Universitas Connecticut.

Baca juga:

"Namun pada kenaikan 2,7 C, lintasannya semakin cepat. Spesies di Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru menghadapi ancaman terbesar. Amfibi adalah yang paling terancam karena siklus hidup amfibi sangat bergantung pada cuaca, dan sangat sensitif terhadap perubahan pola curah hujan dan kekeringan," jelas Urban.

Ekosistem pegunungan, pulau, dan air tawar memiliki spesies yang paling berisiko, kemungkinan karena lingkungan yang terisolasi ini dikelilingi oleh habitat yang tidak ramah bagi spesies mereka, sehingga menyulitkan atau tidak mungkin bagi mereka untuk bermigrasi dan mencari iklim yang lebih baik.

Membatasi emisi gas rumah kaca dapat memperlambat pemanasan dan menghentikan risiko kepunahan yang terus meningkat ini, tetapi memahami spesies dan ekosistem mana yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim juga dapat membantu menargetkan upaya konservasi di tempat yang paling membutuhkannya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
Pemerintah
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau