Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pangkas Emisi Karbon, Militer Sejumlah Negara Mulai Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan

Kompas.com - 09/12/2024, 20:50 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Militer di beberapa negara mulai menggunakan teknologi ramah lingkungan, untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK). Sektor militer merupakan salah satu konsumen dan penyumbang polusi energi terbesar di dunia, lantaran sangat bergantung pada bahan bakar fosil.

Operasi dan pelatihan pertahanan mengakibatkan kerusakan lingkungan termasuk kontaminasi lautan karena bahan kimia, polusi, serta logam berat. Conflict and Environment Observatory (CEOBS) mencatat, sektor militer berkontribusi atas 5,5 persen emisi global setiap tahunnya.

Karena itu, North Atlantic Treaty Organization (NATO) mulai menargetkan net zero emission pada 2050 melalui Rencana Aksi Iklim sejak 2021 lalu.

Baca juga:

“Ini adalah pengakuan bahwa aliansi militer terbesar di dunia memandang perubahan iklim sebagai masalah keamanan, dan memahami bahwa mereka harus bertindak,” ujar peneliti dari French Institute for International and Strategic Affairs (IRIS) Sofia Kabbej dikutip dari Euro News, Senin (9/12/2024).

Untuk mengurangi penggunaan bahan bakar, negara-negara seperti Inggris mengadopsi sistem penggerak hibrida listrik untuk truk militer, kendaraan patroli, dan kendaraan lapis baja.

Sisem ini menggabungkan dua atau lebih sumber energi, misalnya antara tenaga angin dan surya dengan energi konvensional.

Saat ini, banyak angkatan darat yang juga menguji tenaga surya atau angin dan sel bahan bakar hidrogen di kamp militer. Untuk pertahanan udara, langkah-langkah pemangkasan emisi juga dilakukan pada tingkat yang berbeda.

Kepala Pertahanan Norwegia Erik Kristoffersen menyampaikan, negaranya mulai memakai simulator penerbangan untuk mengurangi emisi.

Baca juga:

"Dengan F35, kami menggunakan simulator yang sangat bagus sehingga kami dapat melakukan lebih banyak pelatihan dalam waktu yang lebih singkat," ungkap Kristoffersen.

"Karena kami tidak perlu melakukan persiapan keselamatan (untuk terbang), kami tidak merusak armada kami yang sudah ada yang kemudian membutuhkan lebih sedikit perawatan," imbuh dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau