KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melihat dampak krisis iklim dapat mengakibatkan kehilangan kearifan lokal yang dimiliki perempuan akibat kerusakan alam karena eksploitasi berlebihan.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian mengatakan, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), perempuan rata-rata berkontribusi memproduksi 60-80 persen pangan di sebagian negara berkembang.
Perempuan juga berkontribusi terhadap sebagian produksi pangan dunia dalam kontribusinya di setiap subsistem pertanian.
Baca juga: Rembuk Perempuan Pesisir Dorong Layanan Air Bersih hingga Pengelolaan Sampah
Akan tetapi, krisis iklim yang dihadapi dunia daat ini dapat mengakibatkan penurunan sumber pangan.
Pada akhirnya, situasi ini dapat berdampak kepada perempuan sebagai salah satu aktor penting dalam rantai produksi pangan.
Tidak hanya itu, penurunan sumber pangan juga akan berpengaruh terhadap kearifan lokal yang dimiliki perempuan terkait pangan dan obat-obatan tradisional yang dimiliki sejak lama.
"Lalu kemudian perempuan kehilangan pengetahuan lokal terhadap pangan dan obat-obatan tradisional, akibat rusaknya hutan dan hilangnya biodiversitas," kata Uli, sebagaimana dilansir Antara, Senin (16/12/2024).
Baca juga: Keterlibatan Perempuan dalam Pengelolaan Lahan Mutlak Diperkuat
Hutan, terutama bagi masyarakat adat, menjadi supermarket bagi warga lokal untuk mendapatkan pangan dan sumber obat-obatan.
Kehilangan hutan berarti pengetahuan pangan dan obat-obatan tradisional yang kebanyakan dimiliki oleh perempuan di dalam sebuah komunitas adat, juga akan hilang.
Krisis iklim yang berdampak kepada air juga akan berpengaruh terhadap entitas perempuan.
Dia memberikan contoh bagaimana air bersih sangat penting untuk memenuhi hak reproduksi perempuan.
Baca juga: Perempuan Berperan Penting Atasi Perubahan Iklim, Penggerak Solusi Inovatif
Sehingga kehilangan air bersih dapat menambah kerentanan mereka terhadap penyakit reproduksi.
"Hilangnya ekonomi rakyat yang bertumpu pada alam akan membuat perempuan terlempar ke sektor padat karya, menjadi buruh kerja murah, sementara mereka masih dibebankan oleh kerja-kerja reproduksi sosial sepenuhnya," ujar Uli.
Dia juga memberikan contoh bagaimana di pedesaan perempuan mengerjakan banyak tugas sekaligus mulai dari istri yang mengurus suami, ibu yang mengurus anaknya, buruh tani, dan mengerjakan pekerjaan serabutan lainnya.
Baca juga: Inisiatf G2C2, Membentuk Pemimpin Perempuan untuk Masa Depan Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya