Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 4 Desember 2024, 17:22 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lebih dari 3,2 miliar orang di dunia terdampak degrdasi lahan. Mayoritas dari mereka merupakan perempuan.

Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Isu Air Retno Marsudi mengatakan, wanita menjadi pihak yang paling terdampak degradasi lahan dan kekeringan.

Bahkan, anak perempuan terpaksa keluar sekolah dan dipaksa menikah dini karena tekanan ekonomi akibat tekanan ekonomi yang disebabkan degradasi lahan.

Baca juga: COP16 Riyadh Hasilkan Janji Rp 191 Triliun Atasi Kekeringan dan Degradasi Lahan

Hal tersebut disampaikan Retno dalam sebagai salah satu pembicara dalam salah satu sesi Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) Convention to Combat Desertification (UNCCD) di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (4/12/2024).

Di sisi lain, keterlibatan wanita dalam mengatasi degradasi lahan masih belum maksimal. Padahal kontribusi mereka tidak bisa dipandang sebelah mata.

"Kita membutuhkan perubahan paradigma yang radikal terhadap wanita. Kita harus menjadikan wanita sebagai agen manajemen tanah," kata Retno.

Dia menuturkan, berbagai laporan telah menyebutkan bahwa wanita yang memiliki akses terhadap lahan dapat meningkatkan produktivitasnya menjadi lebih baik.

Baca juga: Pertamina NRE Lakukan Penanaman Pohon di Lahan Kritis Lampung

Selain itu, wanita juga cenderung memutuskan pengelolaan lahan dengan lebih berkelanjutan seperti lebih sedikit dalam menggunakan pestisida kimia.

"Beberapa contoh terseut bisa menjadi dasar untuk semakin meningkatkan keterlibatan wanita," ucap Retno.

Hadapi tantangan

Duta Besar Niger untuk Italia Fatimata Cheiffou menyampaikan, wanita masih menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan lahan.

Berbagai tantangan tersebut meliputi terbatasnya akses terhadap lahan dan kurangnya keterwakilan mereka di level pengambil keputusan.

Baca juga: Mengenal Land Degradation Neutrality, Upaya Dunia Melawan Degradasi Lahan

Padahal wanita, khususnya di daerah terpencil, bisa menjadi bagian yang transformatif dalam melawan degradasi lahan dan dalam kasus esktrem penggurunan.

"Kita punya kekuatan untuk mengubah itu semua," papar Cheiffou.

Menurut Cheiffou, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi wanita dalam mengelola lahan.

Pertama, memastikan akses dan kepemilikan tanah yang adil kepada wanita.

Kedua, meningkatkan inisiatif investasi yang menyasar wanita.

Ketiga, meningkatkan keterwakilan mereka di level pembuat kebijakan untuk memperkuat kebijakan.

Baca juga: Mengenal Land Degradation Neutrality, Upaya Dunia Melawan Degradasi Lahan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
LSM/Figur
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Swasta
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
Pemerintah
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Pemerintah
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
LSM/Figur
IATA Prediksi Produksi SAF 2025 1,9 Juta Ton, Masih Jauh dari Target
IATA Prediksi Produksi SAF 2025 1,9 Juta Ton, Masih Jauh dari Target
Pemerintah
Dorong Keselamatan Kerja, Intiwi Pamerkan Teknologi Las Berbasis VR Manufacturing Indonesia 2025
Dorong Keselamatan Kerja, Intiwi Pamerkan Teknologi Las Berbasis VR Manufacturing Indonesia 2025
Swasta
Gelondong Bernomor Di Banjir Sumatera
Gelondong Bernomor Di Banjir Sumatera
Pemerintah
Permata Bank dan PT Mitra Natura Raya Dorong Konservasi Alam lewat Tour de Kebun Raya
Permata Bank dan PT Mitra Natura Raya Dorong Konservasi Alam lewat Tour de Kebun Raya
Swasta
Hujan Lebat Desember–Januari, PVMBG Ingatkan Siaga Longsor dan Banjir Saat Nataru
Hujan Lebat Desember–Januari, PVMBG Ingatkan Siaga Longsor dan Banjir Saat Nataru
Pemerintah
89 Persen Masyarakat Indonesia Dukung EBT untuk Listrik Menurut Studi Terbaru
89 Persen Masyarakat Indonesia Dukung EBT untuk Listrik Menurut Studi Terbaru
Pemerintah
Teluk Saleh NTB jadi Habitat Hiu Paus Melahirkan dan Melakukan Pengasuhan
Teluk Saleh NTB jadi Habitat Hiu Paus Melahirkan dan Melakukan Pengasuhan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau